Kalender Liturgi

Kamis, 30 Oktober 2008

EPISTULA_Cerpen1

BERTEMU BAPAK KARDINAL


Jumat 4 Juli 2008, Saya pergi ke Keuskupan Agung Jakarta untuk bertemu Ketua Komisi Kateketik KAJ. Kedatangan Saya saat itu, langsung dihampiri Maya, teman kuliah Saya yang sudah ‘janjian’ di tempat parkir motor. Kami pun segera menuju kantor Karya Pastoral KAJ untuk menemui Mba Ningrum, karyawan KAJ. Oleh Mba Ning – sapaan akrab Mba Ningrum – kami langsung ditunjukkan ruangan dari Komisi Kateketik KAJ. Di sana kami bertemu dengan Bapak Hendro, yang menyambut kami dengan baik dan ramah.

Setelah kami menjelaskan maksud kedatangan pag itu, yaitu perihal permohonan beasiswa, kami kemudian menuju ke gedung Gereja Katedral-Jakarta, syarat dan ketentuannya bisa ditanyakan kepada P.A/Kaprodi kita. Saya menemani Maya yang ingin berkunjung ke Museum Katedral. Namun sayang, saat itu museum belum dibuka. Maya lalu sujud berdoa. Duduk di baris belakang, aku pun berdoa di hadapan patung Yesus yang berada di pangkuan Bunda Maria. Selesai berdoa, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Goa Maria yang berada tak jauh dari gedung gereja. Saya mengambil lilin 'gratis' untuk berdoa, lalu mendaraskan doa 1x Bapa Kami, 3x Salam Maria, beberapa intensi dan ucapan syukur. Kunjungan ini merupakan kunjungan tahun ketiga bagi Saya (mencoba setiap tahun minimal sekali berkunjung). Meskipun Saya selalu berkunjung ke Gereja Katedral setiap ada kesempatan.

Setelah berdoa, kami kembali ke kantor Karya Pastoral KAJ untuk berpamitan dengan sahabat kelas kami. Kali ini pertemuan kami dengan Mba Ning sedikit berbeda, karena tiba-tiba kami ingin bertemu dengan Bapak Uskup. Keinginan ini muncul karena Saya menanyakan tempat tinggal Bapak Uskup. Wismanya yang yang belakang atau yang depan?” tanya Saya pada Mba Ning. Tiba-tiba Saya berpikir, “Apakah Bapak Uskup boleh kami temui?”. ”Iya bisa saja, jika tidak sibuk” ceplos Mba Ning.

Mba Ning lalu mencoba menelepon seketariat tempat kediaman Bapak Uskup. Entah apa yang ia katakan, tapi beberapa menit kemudian kami dipanggil, dan diperbolehkan menemui Bapak Uskup.

Hari itu sungguh anugerah luar biasa dari Tuhan untuk saya, Maya, dan Mba Ning. Kami bertiga bertemu Bapak Kardial secara eksklusif, sekaligus mewawancarai ala reporter dadakan. Kami mulai menyusun kata-kata, sebab pertemuan dengan Bapak Uskup ini memang tidak kami rencanakan sebelumnya. Saya lihat Maya juga sepertinya ragu-ragu dengan hal ini. Mungkin ia berpikir, “Apakah ini benar-benar nyata? Bertemu dengan seorang Uskup?!” Beberapa saat kemudian, muncul ide dalam pikiran kami mengenai yang akan kami ucapkan pertama kali kepada Bapak Uskup. Kami akan mengucapkan selamat atas Tahbisan Bapak Uskup yang ke-25 kemarin (29 Juli 2008).

Hanya seperkian detik setelah kami menunggu, tiba-tiba Bapak Uskup membuka pintu. Kami spontan berdiri tegap, seperti prajurit yang sedang berbaris. Kami semua menyalami Beliau, tapi Saya, setelah berjabat tangan dengan Beliau, langsung duduk di kursi. Saya grogi, tapi kemudian Saya bangkit kembali sampai Bapak Uskup mempersilahkan kami duduk. “Huh...payah nih!! Grogi abis - masa tadi duduk duluan. Malunya ... #@*697061@#5^>?<":

Mba Ning memulai pembicaraan dengan menyampaikan maksud kedatangan kami - yang adalah para calon katekis - kami berharap mendapat wejangan dari Bapak Uskup. "Duh.. senangnya hati ini, bertemu Bapak Uskup, seperti orang penting saja", ujar Saya dengan bangga dalam hati.

Sosok pemimpin yang Saya idolakan ini ternyata membagikan keistemewaan yang begitu dalam bagi kami, hingga di dasar lubuk hati kami. Saat itu kami mendengarkan Bapak Uskup secara serius tapi santai, walaupun Saya pribadi tidak dapat berkata-kata lagi, karena grogi dan kagum dengan kewibawaan serta kesederhanaan Beliau.

Mba Ning lalu melanjutkan percakapan dengan menanyakan harapan Bapak Uskup kepada para calon katekis, khususnya Mahasiswa Ilmu Pendidikan Teologi Atma Jaya Jakarta. Dengan suara tegas namun lembut, Beliau mengatakan, “Harapan dari para calon katekis sebenarnya sudah diketahui para calon katekis itu sendiri, bahwa yang terpenting adalah para calon katekis mau mengabdikan diri bagi Tuhan”.

Beliau juga berpesan, “Kita (Beliau dan juga para calon katekis) adalah bagian Gereja yang harus hidup dalam kesucian dan kemurnian iman. Bagaimanapun juga kita semua hidup dalam Roh yang sama, yaitu Roh Kudus”.

Para katekis harus selalu berpatokan pada iman para rasul pada saat Pentakosta. Para rasul dapat menarik banyak orang untuk mengikuti Yesus, bukan karena khotbah mereka yang hebat, melainkan karena Roh Kudus sendiri yang menghidupkan semangat mereka.” lanjut Beliau.

Beliau juga menegaskan, ”Bahwa Tugas para katekis adalah membawa umat kepada Tuhan”.

“Apa yang diwartakan Gereja itu adalah sesuatu yang tidak terumuskan, tetapi para katekis bertugas untuk memberitahukan hal-hal yang tak terumuskan itu kepada orang lain dalam bentuk rumusan-rumusan.”

Tiba-tiba Maya bertanya kepada Bapak Uskup. "Menurut Romo, apakah yang harus kita lakukan dan wartakan terhadap para umat yang sudah terkontaminasi dalam era globalisasi ini?" ucap maya perlahan. Bapak Uskup menanyakan kembali pertanyaan Maya tentang "terkontaminasi" tadi, seakan hendak memperjelas suara domba-dombanya yang haus akan air kehidupan.

"Biarkan mereka (umat) yang terkontaminasi itu hening sebentar. Biarkan mereka masuk ke kedalaman hatinya dan menerima kuasa dari Roh Kudus yang berbicara di dalam hatinya. Sebentar itu bisa berarti satu hari, bisa juga berarti beberapa waktu, hingga mereka benar-benar menyadari bahwa Tuhan yang berkata di dalam hati mereka" jawab sosok Kardinal yang ramah dan sederhana.

Bapak Uskup juga mengingatkan kami pada perintah Yesus yang berbunyi “Bila ada dua atau tiga orang berkumpul atas nama-Ku, maka Aku hadir di tengah-tengah mereka”. Beliau mengatakan bahwa, ”Perintah Yesus ini memiliki kuasa. Oleh karena itu, kita dapat selalu menggunakan kuasa ini. Setiap kali kita memulai suatu acara, mulailah dengan doa, minta Roh Kudus untuk hadir pada saat itu”.

Bapak Uskup juga bercerita tentang St.Thomas, yang peringatannya diadakan pada tanggal 3 Juli yang lalu. Beliau mengatakan, “Kita selalu menjadikan St.Thomas sebagai contoh orang tidak beriman. Tapi kita sepertinya lupa untuk melihat hal itu dari sisi yang lain. Pengakuan St.Thomas, “Ya Tuhan dan Allahku” sebenarnya merupakan rangkuman dari seluruh iman kepercayaannya kepada Tuhan.

Tak salah memang apabila Tuhan memilih Beliau-Uskup Jakarta untuk Saya kagumi. Dengan kesederhanaan yang menjemput pengalaman hati. Perkataan Beliau yang penuh kuasa Tuhan, dapat membelah hati Saya untuk 'ngedunk' kata-kata yang di sampaikan.

"Ngerti banget sih Beliau ini soal hati gue, ngga salah Tuhan memilih Beliau untuk gue kagumi. Coba aja setiap umat mau mendengarkan setiap homili dari Pastur Paroki masing-masing dan membuka pintu hati mereka, lepas dari segala macam urusan duniawi. Pasti (Iya dan Amin) kuasa Roh Tuhan melegakan hati umat sekalian dan menerima kesatuan dengan Tuhan dalam hidup kesehariannya" gerutu saya di dalam hati. IMANUEL

Rabu, 29 Oktober 2008

EPISTULA_Cerpen2

Calon St. Yusuf Era Globalisasi

”Hallo... Eki?. Ki, kami ingin bertemu kamu, kalau bisa secepatnya kamu datang ke rumah Redi, penting sekali!!!, kami tunggu ya!” minta Steka via telepon. Tanpa bertanya-tanya lagi, Eki langsung meluncur dengan sepeda motor bututnya ke rumah Redi. Eki ditunggu dengan sejuta harapan oleh sahabat-sahabat mudikanya.

”Begini loh...Ki, kami memerlukanmu untuk memecahkan persoalan kami. Kami tahu pasti kamu dapat menolong. Tapi, itu jika kamu berkenan” ujar Redi yang lebih dewasa saat itu.

”Lantas apa yang harus kulakukan?”, tanya Eki dengan spontan. ”Bagaimana... menjelaskannya ya?” pikir Redi sejenak. ”Ayo katakan saja, jangan buat aku jadi penasaran” tegas Eki.

”Ohya Ki...., kamu tahu kan Puspa?. Dia sekarang sedang hamil lima bulan. Dan Puspa saat ini belum menerima pemberkatan sakramen pernikahan. Kamu juga tahu kan kalau pacarnya itu belum meyakini agama kita?” ungkap Redi. ”Puspa yang aktif ikut mudika itu?” ceplos Eki. ”Iya” jawab Redi dan Stika bersamaan.

”Duh... apa yang aku harus perbuat dalam hal ini?, sedangkan aku belum berpengalaman, umurku saja baru setinggi pohon jagung” linglung Eki sambil meminum secangkir air putih.

”Kami tadi telah berembuk sebelum kamu datang, kami berharap kamu dapat menjadi penolong bagi Puspa. Siapa tahu kamu mau menolong bayi yang sedang dikandung Puspa. Dan kami berharap ada seorang yang mau menjadi seperti teladan Bapak Yusuf, apalagi di era globalisasi ini” ujar Redi.

”Kenapa tidak kan?!, jika ada seorang pria, yang mau menjadi seperti Bapak Yusuf 2000 tahun yang lalu” celetuk Stika. ”Ah... yang benar saja kalian, masa mau menjerumuskan aku sebagai Bapak Yusuf zaman global warming” canda Eki memberi tanggapan.

”Haha…haha...ha..” semua tertawa sambil menikmati kue kering diruang tamu, yang sedikit terang itu.

Dengan sedikit serius Eki berkata, ”Apakah kalian berpikir, bahwa menjadi seperti Bapak Yusuf itu ternyata tidaklah mudah. Di era sebelum Masehi, memang tidak ada yang mengira Bapak Yusuf menjadi Ayah bagi Yesus Kristus dan menjadi suami bagi Ibu Maria. Apalagi anak yang dikandung Bunda Maria bukan dari hasil hubungan suami-istri melainkan dari Roh Kudus. Namun dalam hal ini, berbeda dengan Puspa yang hamil akibat 'sex before marriage’, melakukan hubungan suami-istri sebelum pemberkatan pernikahan. Dan kalian sekarang mau menjadikan aku pengganti Bapak Yusuf?. Kalian itu sama saja menjadikan aku seperti telur diujung tanduk” ungkap Eki sedikit tidak mengenakan.

”Kami minta maaf Ki, kami tidak berpikir sejauh itu. Kami hanya berpikir ada yang mau menolong keselamatan bayi yang sedang dikandung Puspa.” ujar Steka menenangkan Eki. ”Kan sudah jelas, apalagi yang mau dipikirkan, bukankah yang berbuat itu harus bertanggung jawab?” sahut Eki sedikit menenang. ”Iya memang benar Ki, tapi kamu belum tahu kalau bayi yang dikandung Puspa itu telah menerima obat-obatan keras untuk digugurkan oleh Arbiso, kekasihnya yang melepas tanggung jawab itu. Bagi Gereja, hal itu kan dosa yang sangat berat dan perbuatan pencobaan arbosi itu dilarang keras” tegas Redi dengan penuh kebijaksanaan.

Malam yang dingin saat itu ikut merasakan pembicaraan yang lebih dari tiga jam. Canda-tawa, serius-memanas, menghampiri setiap kali pembicaraan. Hanya beberapa kali bisa tertawa terbahak-bahak. Eki dan Steka pun pamit dari kediaman Redi.

Dalam perjalan pulang Eki memikirkan hasil pembincangannya dengan sahabat-sahabatnya. Eki tidak menyangka, pembicaraan malam itu menjadi gangguan dalam pikirannya hingga menjelang tidur.

Sejak malam itu pula Eki selalu berkontemplasi, mencari kehendak Tuhan selama 14 hari tanpa henti. ”Dapatkah aku menjadi seperti teladan Bapak Yusuf ?. Kenapa aku harus menghadapi semua ini?. Akukah yang harus menyelesaikan pergumulan ini?. Apa yang harus aku perbuat dalam pergumulan ini?” tanya Eki setiap doa malam.

Sementara Eki terus bergelut dengan pencobaannya, pada malam yang ketiga Eki berdoa dengan lebih kusuk dihadapan altar kecil yang berada di sudut kamarnya. Di depan patung Bunda Maria dan patung Tuhan Yesus serta ditemani cahaya lilin, Eki berkeluh kesah dengan pergumulannya. ”Ya Bunda, engkau adalah Ibu bagi Yesus Tuhanku, aku tahu engkau adalah istri bapak Yusuf. Aku sekarang sedang linglung mencari jawaban atas pergumulan ini. Aku mau mencari jawaban yang seperti engkau Bunda, bukan kehendakku yang terjadi melainkan kehendak Bapa yang terjadi” doa Eki yang hingga meneteskan air mata.

Malam-malam berikutnya adalah hari yang ketujuh bagi Eki. Ketika malam itu Eki berdoa, melintas dengan indah dalam bayang-bayang keheningan, kenangan masa lalu Eki bersama Puspa. Saat Eki mengejar asa cinta dari Puspa yang adalah teman seangkatannya waktu duduk di bangku SMP. Eki juga teringat akan uang koin yang selalu dikumpulkannya setiap minggu. Uang koin itu digunakan hanya untuk menelepon Puspa di malam minggu sepulang Gereja.

Pada hari kesembilan, Eki makin risih karena doa-doanya tak kunjung terjawab. Suara hatinya terganggu oleh berbagai macam jalan yang tidak sesuai dengan kehendak Bapa. Sangkin kawatirnya, Eki menderaskan lagi novena tiga kali Salam Maria untuk memperkuat barisan depan intensinya. Hari-hari berlalu sebelum hari pemberkatan Puspa dan Arbiso, terkadang Eki melamun di siang hari bolong. Sapaan terik matahari dibawah pohon rindang tak membuat Eki sadar akan Tuhan yang sedang menemani kesendiriannya.

Pagi berikutnya Eki terburu-buru pergi ke Kapel Jhon Baptis, meski tidak begitu jauh dari rumahnya. Eki ingin menyaksikan hari yang bersejarah bagi Puspa dan Arbiso. Sabtu 7 Juli 2008, merupakan hari pemberkatan bagi Puspa dan Arbiso yang menjadi mempelai yang sepadan. Arbiso telah menjadi katolik dan menjadi bagian dari keluarga katolik yang telah resmi menurut Kitab Hukum Kanonik, yang disahkan Gereja melalui Sakramen Pernikahan.

Disudut barisan depan, Eki menyaksikan kebahagian Puspa. Yang juga merupakan kado terbesar bagi Puspa dari Eki. Inilah jawaban akhir dari pergumulan dan kecemasan Eki yang berlarut hingga berhari-hari. Meski sempat hati Eki mau memberontak saat acara berlangsung, namun Eki dapat menenangkan diri dan mengikhlaskan pernikahan Puspa.

Sejak saat itu Eki menyadari, pergumulannya tidak ada yang mustahil bagi Tuhan dan pertolongan Tuhan indah pada waktu-Nya. Eki berharap agar dapat menemukan gadis yang sepadan, yang takut akan Tuhan dan seiman baginya. Yang saling mencintai serta tak terpisahkan oleh manusia, yang sesuai dengan kehendak Tuhan, doa Eki dihadapan tarbenakel.

Jumat, 24 Oktober 2008

EPISTULA_Mantri1

Resep Hidup Rohani Yang Sehat

Kehidupan menuntut penyesuaian dalam segala hal, baik hidup beriman maupun keseharian. Sebagai manusia kita sering lemah, letih, lesu dan berbeban berat, sehingga kita memerlukan kesempurnaan dalam hidup, yaitu mengasihi Allah dengan segenap hati, akal budi, jiwa, dan kekuatan serta mengasihi sesama seperti diri sendiri. Dengan anjuran dibawah ini, semoga kita senantiasa hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Mengenai aturan dosisnya, bagi anak-anak usia 0-12 tahun setengah dari dosis orang muda, bagi orang muda sesuai dosis yang tertera, dan bagi orang dewasa dianjurkan melebihi dosis orang muda. PERHATIAN!!!, dosis ini tidak menimbulkan efek samping dan bukan suatu paksaan atau indoktrinisasi. Jika melaksanakannya dengan baik dan benar, maka Berkat dan Anugerah Tuhan tercurah bagi Anda. Imanuel.

Pertama, Refleksi dan Doa, minimal 30 menit (malam sebelum tidur dan sesudah bangun pagi). Para Imam, Biarawan – Biarawati selalu melakukan refleksi dan doa dalam kesehariannya. Kita yang manusia awam dapat hidup seperti mereka. Saat berdoa kita berefkleksi, dengan mengingat kembali semua pekerjaan atau kegiatan yang telah kita lakukan sejak bangun pagi hingga malam hari. Ketika bangun pagi, kita pun bedoa kepada Tuhan untuk merencanakan semua pekerjaan atau kegiatan yang akan dilaksanakan hari itu. Sebab jika Tuhan menghendaki kita akan hidup dan berbuat ini dan itu (lht. Yakobus 4:15)

Kedua, Nyanyaian Pujian Syukur, minimal 5 lagu (pagi dan malam). Setiap orang seringkali menghapali lagu-lagu terlaris di belantika musik, misalnya potong bebek angsa, ayat-ayat cinta, kemesraan, dsb. Mulai saat ini kita mulai menyanyikan lagu pujian dan syukur sebab Tuhan senantiasa penuh dengan Syukur dan Pujian (1 Tesalonika 5:18). Seandainya kita tidak bisa nyanyi (fals), kita bisa memutar lagu-lagu rohani dengan peralatan yang kita miliki (i-pod, kaset, CD-DVD, handphone,dll). Pasti dalam lubuk hati kita akan memaksa bibir kita untuk bernyanyi meski beberapa kata saja.

Ketiga, Membaca Kitab Suci, minimal 3 perikop, 3 x sehari (pagi, siang/sore, malam). Membaca kini menjadi budaya di Indonesia, agar rakyatnya tidak ada yang buta huruf di era Globalisasi nanti. Jika kita melupakan membaca Kitab Suci setiapa harinya. Maka Roh kita akan kosong melompong, dan bisa dimasuki tujuh roh jahat lainnya yang lebih jahat (Matius 12:43-45). Oleh karena itu, minimal kita membaca satu perikop dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, dan Injil. Jadi bukan saja untuk menangkal tetapi mengisi ruangan dihati kita dan berkembangannya spiritualitas kita.

Keempat, Membaca Buku-buku Rohani dan lainnya, minimal 7 halaman, 3 x sehari (pagi, siang/sore, malam), seperti Katekismus, Iman Katolik atau buku-buku lainnya. Sebab kita tidak mau disebut Katolik KTP kan? Setidaknya pengetahuannya dapat berguna bagi iman kita dan bagi iman keluarga kita sendiri (lht. Roma 10:17).

Kelima, Menghafal dan Merenungkan, minimal 5 kata atau kalimat (setiap hari, sebaiknya dimulai pagi hari). Tak kenal maka tak sayang. Jika kita tidak mengenal atau mengingat apa yang kita yakini dalam agama kita, maka keruntuhan imanlah yang akan menimpa. Setiap orang yang merenungkan Sabda Tuhan siang dan malam, ia bagai pohon yang subur dan berbuah dengan baik (lht. Mazmur 1:3). Sabda-Nya membantu kita setiap saat.

Keenam, Melakukan Tindakan Nyata, minimal 3 hal berbuat baik dan benar, 3 x sehari (siang, sore, malam). Setiap hari tentu kita mengosok gigi, ke sekolah, dan bekerja. Namun, tindakan berbuat baik dan nyata pa yang kita lakukan hingga menjadi suatu kebiasaan? Sebab iman tanpa perbuatan adalah mati (lht. Yakobus 2:17). Salah satu contoh tindakan nyatanya adalah memberi sedekah, memberi pakaian, memberi makanan-minuman, mengunjunggi orang sakit dan yang berada dalam penjara (lht. Matius 25:33-40). Jika kita menjadikannya suatu kebiasaan, maka janji Tuhan digenapi bagi hidup kita.

Ketujuh, Bersaksi dan Menjadi Teladan, minimal kepada 3 orang, 3 x sehari (pagi, siang/sore, malam). Bersaksi disini bukan untuk menjatuhkan orang lain atau fitnah. Melainkan menceritakan pengalaman diri kita sendiri saat kita di tolong Tuhan (lht. Lukas 24:44-49). Kesaksiannya berupa nilai-nilai iman Katolik, mukjizat, karya-karya serta penyertaan Tuhan. Inilah yang pokok diceritakan kepada orang lain. Sehinngga pribadi Tuhan terpancar dalam kehidupan kita, seperti kita meneladani hidup Yesus, Bunda Maria, dan Orang-orang Kudus.

Salam hormat.

TTD dan cap jempol,

‘Mantri’ Melki Pangaribuan.

EPISTULA_OMK1

Doa Rosario OMK 19 Oktober 2008

“ … sekarang dan waktu kami mati. Amin” demikianlah kalimat akhir doa Salam Maria yang didaraskan beberapa Orang Muda Katolik (OMK) di GUA MARIA PAMENTAS, Kapel Seroja. Doa Rosario yang dihadiri dari beberapa OMK wilayah paroki kita, St. Klara. Bekasi Utara, menandakan adanya semangat untuk mendaraskan doa Salam Maria secara bersama-sama. Dimanakah OMK wilayah yang lainnya?? Menutup dirikah karena tidak mengetahui doa Rosario?? Atau OMK tidak mendengarkan pengumuman saat Misa dan tidak melihat Pamflet yang ada di MaDing Kapel?.

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas semangat kebersamaan untuk bersatu padu dalam doa, yang ditunjukan dari 25 OMK yang hadir. Doa Rosario dimulai pukul 16.15 WIB, saya sebagai koordinator kerohanian kepemudaan paroki Santa Klara memimpin doa sore itu. Beberapa OMK dengan spontan menyampaikan ujud-ujud pribadi, bahkan ada seorang perwakilan OMK yang sudah mempersiapkan doa dari teman-teman OMK wilayahnya, yang dituliskan pada selembar kertas. Alangkah baiknya jika setiap OMK hadir bersama-sama mendaraskan doa Rosario untuk paroki kita tercinta, apalagi di tempat tersebut. Sebab Tuhan akan mengabulkan doa kita, karena kita (OMK-red) berkumpul dalam Nama-Nya (bdk. Matius 18:20).

Minggu sore itu, sambil memegang untaian Rosario, yang berwarna kecoklatan, saya mengeluh pada hati yang lunak, “Tuhan, jika OMK saja tidak memiliki kesadaran untuk memulai kebersamaan dalam satu paroki. Bagaimana mungkin Gereja kami dapat dibangun? Mengapa masih ada ”kefanatikan” dengan wilayahnya sendiri? Sehingga tercipta paradigma umat paroki Santa Klara yang tidak ada kesatuan antar komunitas”.

Lanjut saya berbisik pada pikiran, “Masalah apakah yang OMK hadapi? Mengapa OMK tidak mengatakan permasalahannya?”. Padahal kami harus saling bertolong-bertolong menanggung beban (bdk. Galatia 5:2).

Kalau kita mengatakan GUA MARIA yang ada di Kapel Seroja sangat sederhana dibandingkan ditempat lain. Kapankah paroki kita menjadikannya besar dan megah? Seperti halnya LOUDRES, yang dahulunya hanyalah GUA MARIA yang kecil dan sederhana. Bunda Maria senantiasa menampakkan diri kepada para anak-anak yang beriman yang berdoa kepada-Nya. Kita percaya Maria adalah Bunda Allah (Konsili Efesus 431) dan Maria Ratu Rosario (Paus Gregorius XIII).

Tak terasa lima puluh lima untaian terpancar dari suara hati OMK kepada Pelataran-Nya. Kami yang hadir mengakhiri peristiwa Mulia dengan damai sukacita, pukul 16.50 WIB.

Oh ya…, hari Minggu, 26 Oktober 2008, Kepemudaan paroki ngadain lagi Doa Rosario OMK, pukul 16.00 WIB di GUA MARIA PAMENTAS SEROJA, Kapel Seroja. Datang ya kawan-kawan. Mari kita sehati sepikir di dalam Kasih dan Cinta Tuhan Yesus. Kami tunggu kehadiran OMK semua. IMANUEL.

Rabu, 22 Oktober 2008

EPISTULA_Perdana

Bagi manusia tidak mungkin memiliki hati yang bertelingga, tapi manusia bisa mengetahui dirinya ketika mendengar suara hatinya. Sama halnya telingga indrawi kita yang dapat mendengar; yang telah terucap keluar diakhir bibir mulut kita.

Tokoh besar katolik jakarta, Bapak Uskup KAJ, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja SJ, dalam pertemuan terindah yang telah diberikan Tuhan untuk saya dan kedua rekan kuliah (lihat EPISTULA_Cerpen1).

Beliau memberikan jawaban sekaligus pesan kepada kami, melalui pertanyaan yang diajukan Maria Maya (teman satu angkatan),
"Menurut Romo, apakah yang harus kita lakukan dan wartakan terhadap para umat yang sudah 'terkontaminasi' dalam era globalisasi ini?".

Dengan kepemimpinan yang berwibawa dan sedernahana, Beliau mengatakan,
"
Biarkan mereka (umat) yang terkontaminasi itu hening sebentar. Biarkan mereka masuk ke kedalaman hatinya dan menerima kuasa dari Roh Kudus yang berbicara di dalam hatinya. Sebentar itu bisa berarti satu hari, bisa juga berarti beberapa waktu, hingga mereka benar-benar menyadari bahwa Tuhan yang berkata di dalam hati mereka".


Dari perkataan Beliau tersebut, saya mendapatkan insipirsi terbijaksana.
Bagi saya, Roh Kudus mencurahkan berbagai hal untuk kehidupan kita. Maka kita harus lebih peka, menyapa, dan berkata-kata dengan suara hati. Mengeluhlah pada hati yang Lunak; berdoa adalah waktu yang tepat. IMANUEL

"Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus" Roma 8:26-27

Kamus Indonesia