Kalender Liturgi

Sabtu, 06 November 2010

Spiritualitas Komunikasi - Psikologi massa


Sep 30, '10 9:35 AM
for everyone

Pertemuan Imam Balita Keuskupan Purwokerto
Selasa-Rabu, 28-29 September 2010,
di Hening Griya
, Purwokerto

Spiritualitas Komunikasi - Psikologi massa

Purwokerto, Selasa, 28 September 2010, di Rumah Retret Hening Griya, Baturraden diselenggarakan pertemuan imam, diosesan n religius, usia tahbisan bawah lima tahun dan beberapa rama pendamping antara lain Vikjen Rm. Tarcisius Puryatno, Pr. Saya diundang pada pertemuan ini untuk berbicara mengenai "Spiritualitas Komunikasi dan Psikologi Massa". Entahlah, mengapa saya diminta untuk berbicara tentang perkara itu.

Jam 17.15 dirayakan misa pembuka untuk mengalami sumber komunikasi yaitu komunio yang boleh kita terima setiap kali menerima komuni suci. Setelah misa diadakan pertemuan awal dengan perkenalan, dan berbagi pengalaman suka duka kehidupan dalam hidup imamat tahun-tahun pertama imamat antara satu sampai lima tahun. Pengalaman melakukan pelayanan sakramen-sakramen menjadi bahan pokok berbagi pengalaman tersebut. Hidup berkomunitas dengan rama-rama sepuh menjadi pengalaman unik untuk membangun komunitas pastores.

Dalam berelasi dengan umat sikap adil menjadi penting untuk kerjasama, namun lebih dari adil, sikap cintakasih menjadi kekuatan dalam mengembangkan Gereja sebagai komunitas umat beriman. Ajaran Gereja tentu menjadi pedoman pokok dalam melaksanakan reksa pastoral. Tantangan dihadapi dalam komunikasi dengan umat dengan bahasa yang komunikatif. Perlu mengupayakan inkulturasi agar pesan pokok kabar keselamatan bisa dipahami oleh umat, dan bagaimana mengenali dan mewartakan Kristus berwajah Asia, yang plural dalam budaya Asia dan Indonesia, khususnya Purwokerto.

Diceritakan pula upaya inkulturasi dalam penampilan wayang Wahyu, buah kolaborasi budaya dan iman, yang terinspirasi dari Kitab Suci, yang melibatkan para pemain, penabuh yang beragama Islam. Bagi saya upaya inkulturasi itu menjadi bagian dari strategi budaya untuk mengkomunikasikan kabar sukacita kepada segala makhluk.

Acara berbagi pengalaman usai, dilanjutkan dengan makan malam, pada jam 19.00. Demikianlah sekilas info yang disampaikan dari tempat kejadian peristiwa, Hening Griya, Baturraden, Purwokerto, pada jam 19.00, Selasa, 28 September 2010


Spiritualitas Komunikasi - Psikologi massa.

Dasar Spiritualitas Komunikasi

DEUS CARITAS EST, ALLAH ADALAH KASIH diolah secara sangat mengesankan dalam Ensiklik Paus Benedictus XVI, 25 Desember 2005. Kalimat-kalimat pertama Ensiklik itu berbunyi sbb.: ”Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1 Yoh 4:16). Dalam kata-kata ini dari surat pertama Yohanes dinyatakan dengan amat jelas pusat iman kristiani, gambar kristiani tentang Allah dan juga gambar manusia yang timbul daripadanya serta jalannya. Selain itu dalam ayat yang sama Yohanes juga memberikan rumus hidup kristiani: ”Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita” (bdk. 4:16).

Dalam peristiwa kasih ada subyek-subyek yang terlibat, karena kasih adalah komunikasi. Ada subyek yang mengasihi, yaitu Allah. Ada subyek yang dikasihi, yaitu manusia. Dan ada kasih yang menjadi daya kekuatan terjadinya peristiwa kasih. Misteri kasih ilahi itu diwahyukan dalam pribadi Kristus, Firman Allah yang menjadi manusia (bdk. Yoh 1; 14), satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia, yang sekaligus melaksanakan fungsi rangkap menjadi wakil Allah bagi manusia dan menjadi wakil manusia bagi Allah. Dalam peristiwa kasih ilahi itu terjadi komunikasi antar pribadi ilahi, Bapa mengasihi Putera, Putera mengasihi Bapa, dalam persekutuan kasih Roh Kudus. Allah yang triniter itu adalah persekutuan, “communio”.

Dalam “communio” tersebut - dengan istilah Bapa Suci -, “dinyatakan dengan amat jelas pusat iman kristiani, gambar kristiani tentang Allah dan juga gambar manusia yang timbul daripadanya serta jalannya.” Yang Ilahi menjadi manusia, dan dengan demikian manusia diilahikan oleh karena-Nya. Oleh daya Roh ilahi dalam manusia Yesus Kristus, Sang Putra, semua manusia, perempuan dan laki-laki, menjadi anak-anak Allah. Inilah pokok keselamatan, berita suka cita yang dari Allah bagi manusia, yang perlu diwartakan dari zaman ke zaman, agar manusia mengenal keselamatan sejati yang dari Allah.

Meng-komunikasi-kan Kasih

Peristiwa kasih itu dialami oleh manusia, yang karena telah mengalami terdorong untuk meng-komunikasi-kannya kepada orang lain, dengan berbagai cara sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi. Karena berasal dari manusia dan berada ditangan manusia, yang berakar dalam kekuatan rahmat namun sekaligus terikat pada kekuasaan dosa, sumbangan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi berefek ganda: membangun atau merusak kemanusiaan itu sendiri, mempersatukan atau menceraiberaikan manusia.

Dalam beberapa dekade terakhir ini kita bersyukur boleh menyaksikan buah-buah perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi tersebut yang luar biasa menakjubkan. Ilmu pengetahuan dan tehonologi komunikasi telah mengantar kita masuk dalam budaya jari-jemari, digital culture, cultura digitale. Dengan sederhana dapat dikatakan, dengan jari jemari kita dunia ini bisa kita bangun, namun sekali bisa kita hancurkan.

Pada Seminar untuk Uskup Baru di Roma (5-8 September 2010) kami para peserta Seminar mendapat masukan tentang ” CULTURA DIGITALE: OPPORTUNITA E SFIDA PER LA CHIESA” Silakan click: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/255/BUDAYA_JARI-JEMARI_PELUANG_DAN_TANTANGAN_BAGI_GEREJA


Psikologi Massa

Dari pengalaman menabur benih sikap berbagi sebagai pernyataan dan perwujudan kasih, saya sebutkan beberapa faktor bagaimana mengubah “crowd” menjadi “community” melalui media komunikasi. "Crowd" tidak berhatinurani, sedang "community" berhatinurani, dan karena imannya bahkan mampu menjadi "discerning community".

Peristiwa penggandaan lima roti dan dua ikan (Yoh 6:15, //) memberi inspirasi kepada saya. Ketika Yesus berhadapan dengan kumpulan orang dalam jumlah besar “crowd”, Ia mengubahnya menjadi “community” dengan membentuk kelompok-kelompok kecil, sehingga anggota-anggotanya bisa saling mengenal, berkomunikasi pribadi, dan dengan demikian berbagi sama lain.

1. Memiliki dan mengembangkan visi jelas, yang dikemas secara sederhana dan memikat, menyentuh afeksi. Misalnya “Berbagi”, “Berbagi Lima Roti dan Dua Ikan”. Visi dimaknai sebagai suatu daya yang mempengaruhi cara pandang, dengan perspektif tertentu. Orang beriman itu seperti seniman, yang karena imannya memiliki cara pandang tertentu. Ia menjadi mampu “melihat langit baru dan bumi baru”. Kita para imam ini bertugas untuk meng-komunikasi-kan visi Tuhan kita Yesus Kristus. Tanpa Dia, kita tidak menghasilkan apa-apa.

Di Seminari Tahun Rohani Jangli KAS, pada tahun 1992 ide membangun spiritualitas yang membumi memunculkan kelompok pelayanan sosial GARAM, terinspirasi dari peristiwa penggandaan lima roti dan dua ikan (bdk. Yoh 6:1-15).

2. Dengan cara pandang itu seorang visioner menjadi mampu mengubah “kronos” manjadi “kairos”, kejadian kronologis ditangkapnya sebagai peristiwa, momentum, saat tepat pewahyuan visi tersebut. Ekaristi sehari-hari menjadi model peristiwa berbagi.

Tahun 2008 di KAS Tahun Anak dan Remaja, dalam konteks internasional tahun 2008 diselengarakan Kongres Ekaristi International di Quebeq, Canada. Tahun 2008 dijadikan momentum menyelenggarkan Kongres Ekaristi Keuskupan I KAS, dengan tema “Ekaristi: Berbagi Lima Roti dan Dua Ikan”, didukung dengan promosi Adorasi Ekaristi Abadi.

3. Memanfaatkan sumbangan ilmu pengetahuan dan tehnologi komunikasi: internet, weblog, FB, dll untuk memberitakan kabar suka cita kepada segala makhluk.

Silakan tanya pada Paman Google tentang “lima roti dan dua ikan”. Lalu akan tampil informasi yang cukup melimpah mengenai “Gerakan Berbagi Lima Roti dan Dua Ikan” tersebut.

Bandingkan ide gila tentang penyelenggaraan “Hari Pembakaran Al Qur’an Sedunia” pada tanggal 11 September 2010. Dalam waktu sangat cepat rencana itu tersebar luas karena multimedia yang membentuk publik opinion, yang pro maupun yang kontra.

4. Setia pada komitmen untuk melestarikan visi, dan secara kreatif menciptakan momentum, saat tepat, kairos melalui multi-media komunikasi, dan berbagai bentuk serta jenis pemberitaan: narasi, surat, dialog, puisi, nyanyian, dll

5. Terbuka membangun relasi, komunikasi antar pribadi: formal maupun non formal.


Catatan penting

- Alat-alat komunikasi tidak mengganti hubungan pribadi. Hubungan pribadi dengan kunjungan pastoral umat tetap penting dalam reksa pastoral.

- Media Komunikasi berperan sebagai fasilitator seperti peran jari-jemari. Tanpa tangan dan jari-jemari pun orang masih bisa hidup. Karena itu, kita tidak boleh adiktif pada sarana-sarana tersebut.

- Perlu diketahui kenyataan penggunaan alat-alat komunikasi oleh umat dan imam, agar tidak salah langkah dalam berkomunikasi.


Selama saya di Purwokerto saya mengingat peristiwa yang sedang terjadi di paroki Indramayu, perayaan 50 tahun paroki, yang dihadiri oleh Yang Mulia Duta Besar Vatikan untuk Indonesia.

Kepada Rm. Abi, saya kirim sms, "Rama Abi, pagi ini saya ke Purwokerto, diundang oleh rama-rama Purwokerto untuk Pertemuan Imam Balita. Rencana sudah setahun yang lalu. Saya pamit tidak bisa menghadiri perayaan hut paroki Indramayu. Proficiat untuk seluruh umat. Kapan Nuncio hadir? Salam hormat saya." (Tue, 28 September 2010, 11:01 am) Dijawabnya, "Terimakasih, Mgr. Nuncio besok hadir, sekitar jam 4 sore. Akan saya sampaikan salam Mgr kepada umat?" (Tue, 28 September 2010, 1:59 pm)

Juga kepada Nuncio, saya mengirim sms, "Dear Excellency, good morning. I would like to say many thanks for your presence in Indramayu to celebrate the 50th anniversary of the parish. Meanwhile, I'm now in Hening Griya Purwokerto to held a meeting with the priests of the diocese. I inform you that the Seminar for newly ordained bishops in Rome (15-18 Sept) was weldone. My best wishes for you and bless me." (Wed, 29 September 2010, 7:32 am) Nuncio menjawab, "Dear Bishop Pujasumarta, good afternoon, and thanks for your message. I am on the way to Indramayu. Please be assured of my prayers for you and your diocese. Regards, Nuncio" (Wed, 29 September 2010, 7:43 am)

Dirgahayu Paroki Indramayu, bertolaklah ke tempat yang dalam!

Bandung, 30 September 2010

Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,
+ Johannes Pujasumarta

sumber:

PASTORAL ORANG MUDA KATOLIK



Oct 6, '10 10:25 AM
for everyone


PERTEMUAN IMAM
KEUSKUPAN BANDUNG

PASTORAL ORANG MUDA KATOLIK


Selasa-Rabu, 5-6 Oktober 2010
di Pondok Mitra Pratista
PRATISTA

Bandung, Selasa, 5 Oktober 2010, jam 17.00 dimulai acara Pertemuan Imam Keuskupan Bandung. Pst. Tarsi, SSCC mengawali pertemuan ini dengan doa pembuka, dan kemudian menerangkan rangkaian acara sampai selesai Rabu, 6 Oktober 2010. Pertemuan kali ini membahas bidang pastoral Orang Muda Katolik (OMK) di Keuskupan Bandung. Karena itu Pst. Wahyu, Pr menyampaikan paparannya pada acara pertama.



Rama Yohanes Dwi Harsanto, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI mengisi acara-acara selanjutnya sampai Rabu siang.

Rabu, 6 Oktober 2010, jam 08.00 Rama Dwi Harsanto menyampaikan pengantar untuk pembicaraan dalam kelompok, yaitu harapan OMK pada pastor. Terhadap panduan untuk pembicaraan kelompok, saya sampaikan refleksi pribadi saya.

Orang Muda Katolik dalam Hati Imam Tuhan

Bantuan Refleksi Sessi II Oleh RD. Yohanes Dwi Harsanto, Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI

HARAPAN OMK PADA PASTOR:

OMK mengharapkan pastor yang : punya hati untuk OMK: Mempercayai untuk mengembangkan diri; Bersahabat, Menghargai OMK (berterima kasih, memuji, mengakui keterbatasan:minta maaf, minta tolong); secara wajar tidak jaim, cool (tenang tidak merasa terancam oleh OMK), tidak pilih kasih pada kelompok tertentu; Menyapa – melibatkan OMK; menyediakan doa (DSA), sarana, waktu serta kehadiran untuk OMK sebagai ALASAN OMK BERKUMPUL & MENDAPAT MAKNA/NILAI. Agar Gereja Kristus diremajakan karena OMK mengalami Dia yang hidup. Pastor yang menanamkan nilai-nilai Injili pada OMK, yang menyiapkan estafet perutusan; Mau berpikir bersama OMK aktif utk membuat Gereja selalu berdaya pikat. Imam yang makin/tetap berdaya pikat bagi OMK kendati usia makin tinggi (Ini dimudahkan otoritas imamat), imam dengan sikap damai-syukur-kudus. Bersyukurlah imam KB karena aktivis OMK KB selalu siap sedia diutus.



BERBAGI PENGALAMAN



I. Bersikap: Dengan MELIHAT KEMBALI SPIRITUALITAS PASTORAL

1. Apakah motto tahbisanku?

Tahbisan imam: “Fiat mihi secundum verbum tuum!” (Luk 1:38)


Tahbisan Uskup: 1. Duc in altum (Luk 5:4) perintah Tuhan kepada para murid pada awal masa perutusan Tuhan; 2. Penggandaan lima roti dan dua ikan di Betsaida (Yoh 6:1-11) karena seorang anak mempersembahkannya kepada Tuhan untuk memberi makan kepada orang banyak.

2. Bagaimana motto itu membentuk sikap dasar kasih-pastoralku terhadap OMK? (Mengingat kehasan OMK: gaya akseleratif, moody, pencarian diri, aktualisasi diri, butuh pendampingan).

Tahun-tahun imamat saya diisi dengan pendampingan para seminaris calon imam (1973; 1977-1983; 1990-1997; 1997-1998), OMK yang diproses menjadi “yang dituakan” (presbyter). Masa formatio Tahun Rohani di Semarang menjadi masa penegasan fokus pastoral dengan membangun sikap peduli, berbagi pada yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir dengan melibatkan orang muda Katolik melalui Pelayanan Sosial Garam dan Ragi Masyarakat (GARAM). Yang kemudian diteguhkan dalam pilihan pastoral Keuskupan Agung Semarang seperti tercantum dalam Ardas (2006-2010): pada Tahun Anak dan Remaja 2008: “Ekaristi, Berbagi Lima Roti dan Dua Ikan” sebagai inspirasi untuk gerakan berbagi. Tujuannya: berbagi menjadi habitus umat (output) dan masyarakat (outcome).

II. Melihat konteks Pastoral Nyata

3. Mana keprihatinanku (kegelisahan) yang paling dalam untuk domba-domba muda ini? (bdk. 5 fokus pastoral KomKep: kepribadian, katolisitas/spiritualitas, profesionalitas/intelektualitas, kepedulian/kemasyarakatan, organisasi/kepemimpinan).

Dalam reksa pastoral di Keuskupan Bandung, melibatkan umat untuk membangun karya pastoral melalui Muspas, perumusan Ardas KB 2010-2014, memandu pelaksanaannya.

4. Bagaimana OMK kutempatkan dalam fokus pastoral Paroki ( Keuskupan) di tempatku diutus sekarang? Bagaimana strategi khusus untuk OMK (pembagian tugas senior-yunior sebagai strategi/fokus ataukah membatasi peluang pewartaan? OMK berhak atas pewartaan Injil dari imam usia berapa pun.

Formal: 1. Pelayanan sakramental Ekaristi, penguatan, tahbisan imam di berbagai paroki Keuskupan Bandung; 2. mendukung kegiatan, gerakan pastoral yang memberi peluang kepada kaum muda;

Informal: berelasi melalui MP, FB mengenali persoalan, keprihatinan dan sedapat mungkin membantu mereka untuk membangun masa depan mereka.


REFLEKSI

Berangkat dari paparan mengenai Pastoral OMK, saya sampaikan refleksi mengenai kehadiran Gereja Keuskupan Bandung di Jawa Barat:

- Pst. Aaron, OSC mengemukakan pengalamannya, betapa tidak mudah memadukan kelompok-kelompok dalam paroki, berhadapan dengan semangat kelompok yang tertutup dalam paroki. Yang dikemukakan adalah gejala penyakit umum masyarakat kita, yang disebut dengan “komunalisme”. Tesa, seorang pengurus OMK Keuskupan Bandung menjawab, perlunya perubahan mentalitas.

- Kenyataan dewasa ini: migrasi bangsa-bangsa (Cina, Jawa, Batak, Flores, Kalimantan) antar pulau telah dan sedang berlangsung dan tak terbendung: dilakukan oleh orang perorangan, keluarga muda, anak-anak, OMK. Human trafficking bagian dari migrasi ini. Gerak migrasi tersebut juga terjadi di Jawa Barat, di mana Gereja Keuskupan Bandung berada. Muncul kebutuhan akan fasilitas umum: sekolah, tempat ibadat, pasar, dll

- Para migran tersebut merambah wlayah-wilayah yang memberi jaminan masa depan yang lebih baik, yaitu wilayah-wilayah industri: misalnya Puwakarta.

- Berhadapan dengan suatu mentalitas komunalisme: suku (primordialisme), agama (fanatisme), ras (rasisme), golongan (geng, klik-klikan); peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan meningkatnya intoleransi di dalam masyarakat. Meski sudah ada PBM 2006, betapa tidak mudahnya mengurus perijinan membangun gereja/ tempat ibadat. Sekarang ini sedang digagas, dipersiapkan Rancangan UU Kerukunan Hidup Beragama, atau Rancangan UU Jaminan Kebebasan Beragama (Ps 29 UUD 1945). Perlu kita waspadai kecenderungan etatisme dalam perkara-perkara penghayatan iman.

- Gereja yang kita bangun adalah Gereja yang kita percayai sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik; yang dikenali oleh Konsili Vatikan II sebagai sakramen persekutuan “communio trinitaris”, yang dalam realitas Asia tampil sebagai “a dynamic communion of community” yang berdialog dengan keragaman budaya, berbagai agama dan realitas kemiskinan.

- Gereja yang misioner, mewartakan Kristus yang berhati dan berwajah Asia. Yesus itu “datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.” (Yoh 10:10) Bagaimana kita menceritakan Kristus sebagai pokok keselamatan pada zaman sekarang melalui dialog tri-matra: dengan umat berbagai agama, dalam berbagai budaya, yang berada dalam kondisi kemiskinan struktural. Tema tersebut dioleh dalam SAGKI, 1-5 November 2010, di Wisma Caringin Bogor.

- Perlu diupayakan pergeseran paradigma cara berada menggereja dan memasyarakat: yang “inward looking” menuju ‘outward looking”, yang eksklusif ke yang inklusif, dengan memupuk kesadaran menjadi bagian (“sense of belonging”) pada Gereja Katolik di Jawa Barat. Dalam gerak pergeseran itu hendaknya Gereja, kita semua, berada di garis depan, yang mengambil sikap, bertindak untuk pertama kalinya.

LAIN-LAIN:

1. BUKU PANDUAN UPACARA PERKAWINAN GEREJANI oleh Fons Bogaarts, OSC Yang diupayakan Pst. Bogaarts adalah jalan pintas mengatasi ketidakjelasan penyusunan panduan upacara perkawinan gerejani. Sementara kita menunggu terbitan KWI.

2. HUMAN TRAFFICKING, oleh Yunanto dan Nunung, Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Bandung. Bekerjasama dengan lembaga yang lain Komisi Keadilan dan Perdamaian akan mengadakan Seminar tentang Human Trafficking pada Hari Sabtu – Minggu, 27 - 28 November 2010 di Paroki St. Michael Waringin. Jl. Waringin No 51 Bandung

Konkrit: para pastor hendaknya memperingatkan orangtua untuk memperhatikan anak-anak mereka, waspada terhadap penculikan anak yang mungkin terjadi. Menangkap peristiwa yang terjadi, menyusun narasi 5W1H, dan menyampaikan dalam jaringan advokasi terhadap perdagangan manusia.

3. SAGKI 2010, 1-5 November 2010, oleh Pst. I. Eddy Putranto, OSC: Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, hidup dalam kelimpahan. Gunakan metode naratif, yang cocok dengan Asia, menghadirkan Kristus di Asia, melalui triple dialog: agama, budaya, dan kemiskinan. Ajakan refleksi umat melalui panduan yang diterbitkan oleh Panitia SAGKI 2010. Partisipasi umat diwujudkan dalam suatu kolekte paroki untuk SAGKI 2010.

4. PENUTUPAN TAHUN KELUARGA 2010: 26 Desember 2010, Pesta Keluarga Kudus, di Gereja Katedral Keuskupan Bandung. Penghargaan bagi keluarga ideal. Sertifikat pada keluarga yang anggotanya dipanggil hidup bakti, dan menjadi imam. Membentuk paguyuban keluarga terpanggil. Refleksi: talkshow, sharing panggilan hidup keluarga dan khusus. Wakil dari paroki: suami, isteri dan anak, di tingkat paroki.

5. RAKER KEUSKUPAN, 12-14 November 2010: Fokus Pastoral 2011 tentang Pemberdayaan Komunitas Basis. Sebelumnya, Raker Komisi Dewan Karya Pastoral (DKP) Keuskupan Bandung, 29-31 Oktober 2010.

6. SUPERVISI PAROKI: telah dan sedang dilakukan di paroki-paroki Keuskupan Bandung oleh empat Tim Supervisi. Evaluasi dan Refleksi dari para pastor supaya ditulis menjadi masukan bagi DKP.

Bandung, 6 Oktober 2010

Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,

+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Bandung


sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/269/PASTORAL_ORANG_MUDA_KATOLIK

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (1)



Oct 26, '10 10:46 AM
for everyone


SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

1-5 Nopember 2010 di Wisma Kinsasih,
Caringin Bogor, Jawa Barat



Jakarta, Selasa, 26 Oktober 2010, merupakan hari yang disepakati oleh Kementerian Agama RI bersedia menerima perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Panitia Sidang Agung Gereja Katolik (SAGKI) 2010. Rama Sigit Pramuji, Sekretaris Eksekutif KWI dan saya, serta Pst. Alfons Duka, SVD serta Bp. Gunadi dari Staf Kementeriaan Agama menjelang jam 11.00 telah siap meluncur dari Kantor KWI menuju Kantor Kementeriaan Agama, dan kami tiba di ruang tamu pada waktu yang telah disepakati.

Setelah menunggu sejenak, Bp. H. Suryadarma Ali, Menteri Agama, bersama dengan beberapa Stafnya menemui kami di ruang pertemuan. Kami menghadap Menteri Agama untuk menyampaikan laporan rencana SAGKI, yang diselenggarakan pada 1-5 Nopember 2010 di Wisma Kinsasih, Caringin Bogor, Jawa Barat. SAGKI 2010 menjadi kesempatan bagi umat Katolik Indonesia untuk bersyukur kepada Allah karena Kristus berkata,Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam kelimpahan” (Yoh 10:10).


Kepada Bp. Menteri Agama kami utarakan, bahwa sejak sesudah Indonesia merdeka, umat Katolik telah biasa mengadakan pertemuan berskala nasional dengan berbagai sebutan: KUKSI (Kongres Umat Katolik Seluruh Indonesia), yang pertama tahun 1948 di Bintaran, Yogyakarta; dan sekarang disebut SAGKI, sejak tahun 2000 dalam kurun waktu lima tahunan.

Pada SAGKI 2010 kami ingin menegaskan jati diri Gereja Katolik sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia. Karena itu agar menjadi Gereja Katolik Indonesia, maka Gereja harus menjadi Gereja yang berdialog dengan kenyataan Indonesia, yang beragam dalam budaya dan agama, yang sedang bergulat mengatasi kemiskinan. Kami tegaskan bahwa, dialog menjadi cara dewasa menjadi Indonesia. Pada kesempatan itu kami mengundang Bp. Menteri Agama untuk berkenan hadir membuka SAGKI 2010.

Menanggapi laporan kami, Bp, Menteri juga menegaskan pentingnya mengembangkan dialog tersebut untuk membangun bangsa Indonesia yang merdeka dan bertanggungjawab. Lebih lanjut dikatakan, bahwa dewasa ini bangsa Indonesia perlu mengadakan evaluasi setelah satu dekade hidup dalam reformasi dan euforia reformasi, agar jangan sampai bangsa Indonesia terperosok dalam keadaan yang semakin kacau.

Kurang lebih jam 12.00 selesailah sudah kami menghadap Menteri Agama, dan kami kemudian kembali ke Bandung.

Bandung, 26 Oktober 2010,

Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,

+ Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal KWI


CATATAN UTUSAN DARI KEUSKUPAN BANDUNG


Terimakasih Bapak Uskup atas informasi tentang SAGKI 2010. Kami sudah 4 kali mengadakan pertemuan dengan Tim yang akan berangkat.

1. Penjelasan tentang metode dan tema SAGKI. serta pembagian kelompok bidang (Rapat, 14 Agustus 2010);

2. Merencanakan pertemuan dengan praktisi kebudayaan, HAK dan pemberdayaan kaum miskin, serta merancang kegiatan untuk pentas budaya (Rapat, 28 September 2010);

3. Mengundang praktisi budaya, HAK dan Pemberdayaan kaum miskin. Pak Jacob Sumardjo (Budaya), Robert (HAK) dan Pak Herman Kleden (kesehatan masyarakat);

4. Rapat persiapan akhir : mempersiapkan bahan yang akan disharingkan dalam sidang kelompok, latihan pentas drama dan merencanakan teknis keberangkatan.

Rencana keberangkatan menggunakan 3 kendaraan berangkat pukul 10.00. kendaraan yang akan dipakai : a. Kendaraan Pak Joko (akan menyusul sendiri) b. Kendaraan Endar (Endar, Lili dan Endang) c. Kendaraan Rm. Eddy atau Rm. Didiek (Rm. Eddy, Rm. Didiek, Sr. Hermin, Novi, Bu Nur, Ninta)

Untuk pentas budaya utusan dari keuskupan Bandung sudah menyiapkan drama tentang Si Kabayan dan Ikan beragama, serta menyanyi sambil memainkan musik angklung. Terimakasih.

Bandung, 25 Oktober 2010,

Salam - Endar
Sekretaris Dewan Inti Dewan Karya Pastoral Keuskupan Bandung

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/272/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_1

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (2)



Oct 29, '10 12:27 PM
for everyone
SIDANG AGUNG
GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)
1-5 November 2010

PRESS RELEASE UNTUK DISIARKAN SEGERA
(Embedded, Jumat (29/10/2010 pukul 14.00)

Pada tahun 2010 ini, Gereja Katolik Indonesia akan kembali menggelar Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (“SAGKI”) sebagai pertemuan rutin yang lazim diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Sebagaimana halnya SAGKI 2000 dan SAGKI 2005 yang lalu, pada SAGKI 2010 ini Gereja Katolik Indonesia kembali menegaskan bahwa Gereja adalah bagian yang tidak terpisahkan dari realitas bangsa Indonesia. Justru dalam konteks Indonesia yang beragam dan plural inilah, Gereja Katolik hendak menyadari dan menghidupi terus-menerus “Wajah Yesus” untuk kemudian terpanggil mewujudnyatakan panggilan perutusan Gereja untuk mewartakan Yesus, Sang Kabar Gembira Keselamatan dalam berbagai lingkup kehidupan. Sejalan dengan semangat SAGKI 2000 untuk mewujudkan dan memberdayakan Komunitas Basis untuk menuju Indonesia Baru dan SAGKI 2005 yang mengusung semangat “Bangkit dan Bergerak untuk membentuk Keadaban Publik Bangsa”, maka SAGKI 2010 menjadi kesempatan Gereja, baik klerus maupun umat untuk merayakan panggilannya sebagai Gereja Yang Diutus.

Metode Narasi, yakni ”saling menuturkan kisah” dan ”saling mendengarkan kisah” menjadi warna yang khas dalam perayaan iman SAGKI 2010. Inilah inspirasi dari Kongres Misi Asia I yang diselenggrakan di Chiang Mai, Thailand pada tahun 2006 lalu bagi SAGKI 2010. Metode Narasi diyakini sebagai bentuk pewartaan iman paling efektif dan ”khas” untuk orang Asia. Keyakinan ini ditandaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam dokumen Ecclesia in Asia pada tahun 1999.

Rapat Presidium KWI, Jumat, 29 Oktober 2010


Dalam suasana perayaan yang penuh dengan kekerabatan dan bukan merupakan bentuk refleksi akademis, SAGKI 2010 akan menjadi media yang tepat bagi 385 peserta yang terdiri dari para Uskup, Imam, Biarawan-Biarawati dan Umat yang berasal dari 37 Keuskupan di Indonesia untuk saling menarasikan kisah-kisah karya evangelisasi dan pastoralnya dalam konteks Indonesia. Beragam kisah ”Wajah Yesus”, baik dalam lingkup Gereja lokal, dalam keberagaman umat, dalam konteks sentra-sentra perkotaan, pelosok-pelosok pedesaan, maupun dalam situasi kelompok-kelompok sosial terstruktur maupun yang tercerai berai. Situasi kontekstual yang kompleks tersebut akan terangkum dalam 3 sub tema, yakni “Mencari Wajah Yesus dalam dialog dengan budaya” (hari pertama sesi narasi); “Mengenali Wajah Yesus dalam dialog dengan Agama dan Kepercayaan lain” (hari kedua sesi narasi) dan “Mengenali Wajah Yesus dalam Pergumulan Hidup Kaum Marjinal dan Terabaikan” (hari ketiga sesi narasi). Sungguh, tiga realitas Wajah Yesus itu sungguh dominan dalam situasi berbangsa dan bernegara kita dewasa ini. Ketiga realitas tersebut menjadi cermin dari situasi kehidupan sosio-budaya, kehidupan sosio religius dan kehidupan sosio ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, wajah-wajah Yesus yang demikian jelas akan memperkaya cara beriman Gereja dan membangkitkan revitalisasi semangat misi Gereja Katolik Indonesia.

Selama sepekan ke depan, Gereja melalui SAGKI 2010 ini akan menjadikan kisah-kisah ”Wajah Yesus” yang disajikan dalam bentuk Narasi Publik maupun Narasi Kelompok, perayaan, doa-doa dan ibadat, Ekaristi, maupun Ekspresi Budaya sebagai sumber kekuatan dan bentara cinta serta damai Kristus di tengah-tengah berbagai prasangka sosial-politik, serangan teror, bencana alam dan bencana buatan manusia. dan dengan keyakinan bahwa melalui Dia, rekonsiliasi itu akan terjadi dan damai yang dirindukan itu akan tercapai.

Harapannya, revitalisasi semangat perutusan para peserta SAGKI 2010 selanjutnya disebarluaskan dan ditularkan ke Keuskupan mereka masing-masing, baik melalui tuturan mereka tentang apa yang mereka alami selama mengikuti SAGKI 2010 maupun melalui dokumen tertulis dan tak tertulis tentang SAGKI 2010. Kekayaan yang dihasilkan SAGKI 2010 diharapkan dimiliki dan dihayati Gereja Indonesia melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, antara lain, oleh komisi-komisi Gereja, baik di tingkat nasional (KWI) maupun di tingkat lokal (keuskupan-keuskupan).

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi:
Bapak Eddy Hidayat
(Koordinator Seksi Dokumentasidan Humas SAGKI 2010)
HP: 0856 9237 3004
Email: ediwartawan@yahoo.com

Note:
Jumpa Pers SAGKI 2010:
Hari/Tanggal: Jumat/29 Oktober 2010-10-28
Jam: 14.00 diawali makan siang
Acara: Pemaparan kegiatan oleh Ketua KWI dan Sekjen KWI serta Ketum SAGKI 2010 Rm Agus Duka
Tempat: Lantai empat Gedung KWI, Jalan Cut Mutiah, Jakarta Pusat

Bandung, 29 Oktober 2010

Salam, doa 'n Berkat Tuhan,

+ Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal KWI

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/273/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_2
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (3)Nov 1, '10 12:59 PM
for everyone
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

‘Dia datang agar semua memperoleh hidup dalam kelimpahan’
(bdk. Yoh. 10: 10)

Caringin, Bogor, Senin, 1 November 2010, ketika Gereja Katolik merayakan Hari Raya Orang Kudus dimulailah Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010. Pada jam 16.30 perayaan Ekaristi dimulai, dipimpin oleh selebran utama Mgr. Martinus Situmorang, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), didampingi oleh konselebran Mgr. Leopoldo Girelli, Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Michael Angkur, Uskup Bogor, dan para Uskup dari seluruh Indonesia, dan bersama seluruh peserta yang berjumlah 400-an peserta.


Iringan nyanyian dengan aneka melodi bercorak budaya Nusantara, diringi dengan berbagai alat musik, yang didukung oleh paduan suara memeriahkan perayaan Ekaristi pembuka SAGKI. Mgr. Martinus mengajak seluruh peserta untuk bersukacita, bersyukur atas perayaan iman yang sedang terjadi, yang menjadi daya kekuatan menghadapi keprihatinan-keprihatinan bangsa akhir-akhir ini.

Seusai perayaan Ekaristi, pemukaan diteruskan dengan acara pembukaan resmi, yang dihadiri oleh Bp. Suryadharma Ali, Menteri Agama RI. Pada acara pembukaan tersebut disampaikan berberapa sambutan dari Pastor Alfons Duka, SVD Ketua Umum SAGKI 2010, Nuncio Mgr. Leopoldo Girelli, Mgr. Martinus Situmorang, Ketua KWI, dan Bp. Menteri Agama. Sidang secara resmi dibuka oleh Bp. Menteri Agama dengan membuka selubung yang ditarik oleh sekumpulan balon ke atas. Dan tampaklah tulisan SAGKI 2010.



KATA SAMBUTAN

Menjelang Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), 1-5 November 2010, kita saksikan peristiwa-peristiwa memilukan terjadi di tanah air Indonesia: banjir bandang di Wasior Irian Jaya (4 Oktober 2010), tsunami dan gempa di Mentawai (25 Oktober 2010), ledakan gunung Merapi di Jawa Tengah (26 Oktober 2010), dan banjir serta tanah longsor di berbagai daerah. Bencana alam tersebut menelan korban manusia, merusak hutan, kampung, desa dan kota, dan terus mencemaskan kita semua. Sementara itu di berbagai tempat di Indonesia ini tetap saja terjadi perusakan-perusakan yang dilakukan oleh sekelompok orang karena inteloransi yang semakin meningkat, dan karena kepentingan diri yang kelewat. Sementara itu pula dari berbagai tempat di seluruh pelosok tanah air itu datang utusan-utusan umat Katolik untuk menghadiri SAGKI, suatu kesempatan berbagi kisah tentang Yesus, yang datang agar semua memperoleh hidup dalam kelimpahan (bdk. Yoh. 10:10).
Secara sangat jelas iman kita kepada Yesus mengantar kita untuk mencerna apa makna beriman dalam keprihatinan yang mencemaskan, dan dalam kegelapan yang mencekam. Bagaimana memaknai hidup dalam kelimpahan dalam diri para korban bencana alam, dan ulah manusia yang memboroskan kelimpahan itu? Bagaimana menemukan makna harapan ketika manusia dipojokkan dalam keadaan tanpa harapan? Bagaimana berkisah tentang Yesus yang datang agar semua memperoleh hidup dalam kelimpahan di Indonesia dewasa ini?

Mencari bersama jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan pekerjaan bersama para utusan umat beriman yang berhimpun dalam SAGKI 2010. Pengalaman iman akan Yesus yang hidup, dan tetap hidup di antara orang-orang mati korban bencana merupakan bahan berkisah yang saling menghidupkan. Dari mulut-Nya telah kita dengar kata-kata indah yang diucapkan-Nya, "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." (Luk 4: 18-19)

Kisah tentang Yesus di Indonesia hanya dapat muncul dari orang-orang Indonesia yang telah mengalami Yesus yang hidup dalam realitas masyarakat Indonesia, yang beraneka dalam budaya dan agama, serta sedang melakukan perjuangan pembebasan dari kemiskinan. Nilai-nilai kehidupan yang tersimpan dalam aneka budaya dan berbagai agama, dan terutama yang tersimpan dalam kisah hidup orang miskin dan sengsara merupakan benih-benih firman, yang dalam diri Kristus, Sang Firman, menemukan pemenuhannya. Berkisah tentang Yesus yang hidup di Indonesia menjadi isi dialog pada hari-hari SAGKI di antara para utusan, agar semakin mengenali wajah Yesus di dalam keberagaman budaya (Selasa, 2 November 2010), dalam dialog dengan agama dan kepercayaan lain (Rabu, 3 November 2010), dan dalam pergumulan hidup kaum marjinal dan terabaikan (Kamis, 4 November 2010). Kalau dialog itu terjadi, maka para utusan menjadi penutur kisah tentang Yesus, dan saling menjadi narasumber satu sama lain.

Dialog sebagai pembicaraan mendalam melibatkan peserta dialog untuk menggunakan kata tidak sekedar sebagai penyampai informasi, tetapi sebagai ungkapan isi hati yang berdaya ubah, yang transformatif, karena dalam kata itu terkandung firman yang kreatif, yang menciptakan. Di kedalaman hati manusia, ketika firman dikenali sebagai Sang Firman, maka peserta dialog diubah menjadi umat beriman, yaitu Gereja. Dalam Sidang Agung ini perserta dialog diubah menjadi Gereja Katolik Indonesia, yang dipanggil dan sekaligus diutus untuk berkisah tentang Yesus kepada masyarakat Indonesia. Dewasa ini, kita semakin yakin bahwa dialog adalah cara dewasa menjadi Indonesia.

Bila kita berkehendak mewujudkan Gereja menjadi sungguh Katolik dan sungguh Indonesia, maka Gereja Katolik harus menjadi Gereja yang berdialog dengan realitas Indonesia. Karena itu, merupakan tugas kitalah mengembangkan dialog dengan berbagai budaya, dengan belajar terus-menerus untuk menemukan nilai-nilai baik, benar dan indah yang terkandung dalam aneka budaya Nusantara, dan menjadikan peristiwa inkarnasi sumber inspirasi untuk mengupayakan inkulturasi, agar keselamatan Allah dihayati dalam cita rasa Indonesia. Dialog dengan berbagai umat beragama, terutama umat beragama Islam, menentukan masa depan Indonesia sebagai masyarakat majemuk, yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, dengan membangun hidup bersama dalam semangat cinta dan hormat satu sama lain. Dialog dengan orang miskin, kaum marjinal dan terabaikan, merupakan ungkapan kesetiaan kita pada Yesus yang mudah tergerak hatinya dalam perjumpaan-Nya dengan mereka. Dialog tiga wajah inilah yang hendaknya menjadi tantangan dan peluang bagi Gereja agar menjadi sungguh Katolik dan sungguh Indonesia.

Dalam dialog sejati kita dapat menemukan hidup yang dibawa oleh Yesus, Sang Gembala Baik, yang datang agar semua memperoleh hidup dalam kelimpahan (bdk. Yoh. 10:10).

Selamat bersidang, agar kita semakin dekat mengikuti-Nya, semakin dalam mengenal-Nya dan semakin mesra mencintai-Nya.

Jakarta, 27 Oktober 2010
+ Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal KWI

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/276/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_3

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (4)


Nov 5, '10 10:05 AM
for everyone
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)

1-5 November 2010

“Mengenali Wajah Yesus di dalam Keberagaman Budaya”


Selasa, 2 November 2010, pagi sinar matahari menyeruak masuk ke kamar Melati No. 219, Wisma Caringin, memaksa saya untuk membuka mata dari tidur pulas semalam setelah pada tengah malam saya mem-published narasi tentang SAGKI 2010 (3) di weblog MP saya. Doa pagi sejenak, sendiri-sendiri. 07.30 makan pagi telah tersedia, kesempatan untuk berkenalan dengan peserta Sidang yang datang dari berbagai penjuru Nusantara, kesempatan pula untuk reuni keluarga, bila kebetulan peserta bersaudara.



07.45 acara pembuka Sidang hari ini dimulai dengan doa pembuka dan penjelasan dari Tim Pelaksana (OC) tentang tata tertib selama Sidang, tentang pelayanan tiket, dll. Mgr. Sensi Potokota, Ketua Tim Pengarah (SC) berkisah tentang kunjungannya ke paroki-paroki, yang disebutnya sebagai patroli atau turne. Yang biasa ditakutkan adalah kemungkinan kedinginan, juga ketika tahu bahwa SAGKI diselenggarakan di Caringin, Bogor. Namun, ternyata, setelah taruh kepala, tidur begitu nyenyak karena menyaksikan acara pembukaan SAGKI 2010 yang semarak dan mengesankan. Kebersamaan kita ini dilaksanakan untuk merayakan syukur yang tulus, dengan sukacita dan riang gembira, karena Tuhan telah datang dan hadir dalam sejarah kehidupan bangsa ini. Dalam bingkai syukur ini kita letakkan acara-acara kita selama Sidang berlangsung, yang bertemakan, “Ia datang supaya kamu hidup dalam kelimpahan” (Yoh 10:10).

Pengalaman tentang Yesus dalam SAGKI dituturkan dengan metode naratif, dirangkai dalam narasi publik, yang dikembangkan oleh peserta dalam kelompok campur dengan narasi kelompok. Dalam Sidang pleno narasi kelompok disharingkan. Sharing pengalaman tentang Yesus ditinjau dengan refleksi teologi, dan dirayakan dalam liturgi Ekaristi, dan masih dinyatakan lagi dalam ekpresi budaya. Proses tersebut bermuara pada draft final yang diolah oleh Tim Pengarah. Para peserta juga memperoleh kesempatan untuk menuliskan sharing pengalaman imannya tentang Yesus yang hidup, dituangkan dalam narasi 7.500 karakter,

08.30 Mgr. I. Suharyo menyampaikan paparannya tentang “Narasi dalam Kitab Suci”. Bahan tertulis telah dimuat dalam buku Panduan SAGKI, hal. 1-16. Sebelum menyampaikan paparannya, dipersilakan tamu dari FABC, Mgr. Thomas dari India, Ketua Komisi Evangelisasi FABC. Mgr. Thomas terkesan akan hubungan akrab di antara peserta, yang akrab bersaudara, hidup rukun bahagia, merasa disatukan sebagai warga Asia, Indonesia, dan bangsa manusia.

Dalam paparannya tentang Kisah dalam Kitab Suci, terutama Perjanjian Baru, dijelaskan bahwa penuturan Yesus dengan kisah dikembangkan dari rumusan iman bahwa Yesus dibangkitkan oleh Allah dari antara orang mati (1 Ko5 15:3-4; Rom 5: 6-8). Pada awal Gereja perdana penganiyaan dan penderitaan umat yang dilihat dalam terang kebangkitan menjadi bermakna bagi kehidupan. Dalam Injil tidak hanya ada kisah tentang Yesus, tetapi ada juga kisah yang diceritakan oleh Yesus, dalam perumpaan, pertikaan pendapat, pengusiran setan, dll.

Mengakhiri paparannya Mgr. Suharyo berkisah tentang lukisan relief yang di Candi Borobudur. Konon, dalam lukisan relief tersebut. Ada seorang tua yang diutus ke dunia untuk mengenali ulah manusia.Ada juga lukisan seekor kera yang membawa pisang, berang-berang yang membawa ekor pisang, seekor serigala yang membawa semangkok susu, dan seekor kelinci yang tidak membawa apa-apa. Makanan yang ditawarkan kera, berang-berang dan kepada tidak memenuhi hati pertama tua tersebut. Karena kelinci tidak membawa apa-apa, ia tidak menyerahkan apa-apa, kecuali dirinya sendiri untuk disembelih menjadi santapannya.

Setelah paparan tersebut para peserta yang dikelompokkan dalam 37 kelompok berkumpul dalam kelompok 10-11 orang untuk bertutur kisah tentang Yesus. Dalam kelompok timbul rasa bersyukur dapat bertemu dengan berbagai macam orang dengan latar belakang budaya berbeda, dan terasa ada kesatuan hati karena perjumpaan dengan Yesus telah mengubah hidup kami masing-masing.


Dalam Sidang Pleno sore harinya kisah tentang Yesus ini kemudian disharingkan. Syukur atas pengalaman akan Yesus yang hidup inilah yang dirayakan pada Ekaristi, peringatan semua arwah orang beriman, 2 November, yang dipimpin oleh Mgr. Josef Sowatan, Uskup Manado, didampingi oleh Mgr. John Liku Ada, Uskup Agung Makassar, dan Mgr. PC. Mandagi, MSC, Uskup Ambon, serta beberapa imam lain. Dalam homili Mgr. John Liku Ada menyampaikan kisah tentang Allah dalam budaya Toraja, yang mendapat pemenuhannya dalam diri Kristus, yang karena dibangkitkan oleh Allah Bapa-Nya, memenuhi kerinduan orang-orang yang telah meninggal kepada hidup abadi.

Malam hari setelah makan malam para peserta mendapat kesempatan untuk menyaksikan pentas Ekspresi Budaya yang dipandu oleh Bp. Adi Kurdi. Malam hari itu yang ditampilkan adalah pentas Sanggar Akar yang dipimpin oleh Ibe Karyanto, serta ekspresi peserta berkebudayaan Batak dan Sibolga. Penampilan yang sungguh memukau, dan menggentarkanhati untuk bersyukur karena kita menjadi bagian dari Indonesia yang beraneka budaya, namun mampu bersatu membangun Indonesia. Dalam budaya tersebut tersimpan nilai-nilai yang menjadi persiapan Injil, kabar sukacita kepada setiap orang dari segala suku bangsa.

Terimakasih, Tuhan!


Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,

+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Bandung

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/277/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_4

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (5)



Nov 5, '10 11:00 PM
for everyone
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)

1-5 November 2010

“Mengenali Wajah Yesus di dalam Dialog dengan Agama dan Kepercayaan”

Rabu, 3 November 2010, SAGKI mengolah tema “Mengenali Wajah Yesus dalam Dialog dengan Agama dan Kepercayaan”. Pada kesempatan narasi publik peserta Sidang mendengarkan turusan kisah dari Bp. Mohammad Sobari (Islam, Jakarta), dari Bantay Bhikhu Sri Pannyavaro Mahatera (Buddha, Vihara Mendut), dan dari Bp. Ngo Ngopadi (Marapu, Sumba). Kami merasakan nilai-nilai baik, benar dan indah yang terdapat dalam agama-agama dan kepercayaan itu terbuka pada nilai-nilai Kerajaan Allah yang juga diwartakan oleh Tuhan Yesus.

Dialog juga dinyatakan dalam ekspresi budaya yang dibawakan pada malam hari setelah makan malam. Utusan dari Keuskupan Agung Semarang menampilkan Seni Slaka, Seni Slawatan Katolik yang pada zaman awal karya misi di Kalibawang menjadi sarana unggulan menyampaikan kabar suka cita kepada umat setempat. Utusan Keuskupan Bandung mementaskan fragmen “Si Kabayan dan Ikan Beragama”.




SI KABAYAN DAN IKAN BERAGAMA

Sinopsis:

Alkisah, Nini dan Aki Sigarantang sedang berdiskusi tentang ikan hasil Si Aki memancing. Ikan tersebut boleh dimakan atau tidak. Si Aki meminta agar ikan itu dipepes, sementara si Nini tidak mau memepes atau pun menggoreng. Alasannya, karena ikan itu dipancing dari kolam pak Yohanes yang beragama Karesten.

Si Kabayan hadir, dan dia menyelesaikan perdebatan itu dengan cara membawa ikan itu ke rumahnya. “Daripada berdepat tentang ikan Karesten boleh dimakan atau tidak, mendingan ikan ini saya bawa saja ke rumah”.

Dalam perjalanan menuju rumahnya, si Kabayan bertemu dengan warga kampung Bojongrangkong yang sedang berbincang-bincang di depan rumah salah seorang warga.
Perdebatan seputar “ikan beragama” terjadi lagi, dan semakin sengit. Perdebatan melebar ke persoalan rumah sakit, sekolah, tempat kost yang men-syarat-kan agama.

Dalam diskusi itu juga diangkat kritik si Kabayan atas orang-orang Karesten yang tidak mau terlibat memasyarakat, sombong, angkuh, jumawa, tidak handap asor atau tepo selira, terutama dalam hal kehidupan ekonomi.

Daripada memperdebatkan soal “ikan beragama” lebih baik pulang ke rumah memepes ikan, ditambah sambel dan nasi liwet hangat. Pasti lebih joss. Itulah keputusan si Kabayan.

Pesan:

Parahyangan diciptakan oleh Sang Hyang Batara sambil tersenyum. Keindahan alamnya menjadi cermin dari kelembutan dan kebaikan budi-Nya. Hidup masyarakat silih asih, silih asah, silih asuh. Ki Sunda menerima kehadiran siapa pun dengan terbuka.

Namun, kini, Parahyangan telah berubah menjadi parahihayang. Interest telah mengucah Sunda yang adaptif menjadi konfrontatif. Harmoni Parahyangan menjadi medan pertempuran kelompok kepentingan.

Agama-agama samawi kerap dituding oleh kehadiran salah saatu atau salah dua biang keroknya. Ki Sunda sudah dirusak oleh kehadiran ‘sosok-sosok asing’. Agama-agama samawi itu begitu gigih menekankan formalitas, mengabaikan esensi, menjungjung tinggi sareat, melupakan hakekat. Bahkan di antara mereka pun terjadi saling tuding.

Si Kabayan mengajak kita emua utnuk membangun kembali hirup sauyunan, sapappait-samamanis, sabagja-sacilaka (hidup rukun pahit-manis, bahagia-menderita tetap bersama). Membangun hidup bersama dalam keragaman, sperti angklung yang memiliki perbedaan ukuran dan notasi tetapi bersatu membangun harmoni. (Rengrengan Keuskupan Bandung)

Salam, doa 'n Berkat Tuhan,

Bandung, 6 November 2010

+ Johannes Pujasumarta

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/278/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_5

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (6)



Nov 6, '10 1:24 AM
for everyone
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)

1-5 November 2010

“Mengenali Wajah Yesus dalam Pergumulan Hidup Kaum Marjinal dan Terabaikan”


Kamis, 4 November 2010, peserta SAGKI diajak untuk mengenali wajah Yesus dalam pergumulan hidup kaum marjinal dan terabaikan. Narasi publik disampaikan oleh Pst. John Bunay dari Keuskupan Jayapura, dan oleh Bp. Benedictus Gimin Setyo Utomo dari paroki Sumber Keuskupan Agung Semarang, yang menyampaikan pengalaman imannya, sangat mengharukan, yang diberinya judul "Karena Yesus Aku Bebas".


KARENA YESUS AKU BEBAS
oleh Benedictus Gimin Setyo Utomo

(Paroki Sumber, Keuskupan Agung Semarang)


Berkah Dalem,

Pertama-tama saya mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan dan Keuskupan Agung Semarang (KAS) dan Panitia SAGKI 2010, atas kesempatan yang baik ini.

Wilayah Ngargomulyo, salah satu bagian dari paroki Sumber, terletak di sebelah barat (8 km) dari puncak gunung Merapi. Mayoritas warga masyarakat berprofesi sebagai petani dan peternak, sebagian menjadi penggali pasir dan mencari kayu bakar di sekitar Merapi.

Saya tamatan SD Kanisius. Karena tidak adanya biaya saya tidak bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Berbagai pekerjaan sudah saya jalani: buruh kasar, menjual kayu bakar, jualan buah, ikut MLM. Kami salah satu kelaurga yang tidak punya agama, lima kakaku masuk agama setelah menikah. Orangtuaku terlibat G 30 S PKI, sehingga aku harus mengalami banyak tantangan dalam perjalanan hidupku, dicap sebagai anak PKI, biadab. Gelisah hatiku setiap malam 1 Oktober, bila dipertontonkan film G 30 S PKI. Pada tahun 1991 saya memutuskan menjadi orang Katolik, dan ikut ke gereja.

Meskipun sudah menjadi Katolik, saya tidak menjadi semakin baik juga. Masih suka melawan orangtua. Sering mengeluarkan kata-kata kotor, memukul, dan berlaku kasar. Tetapi Tuhan mengingatkan saya dan menolong saya. Ketika menjambret dengan teman, kami tertangkap. Warga mengepung kami, dan saya meloncat di bawah tebing, dalam suasana takut. Tak seorang pun mencari saya, walau saya tidak jauh dari tempat itu. Ketika menjambret kedua kalinya, saya tertangkap. Namun karena pertolongan teman, kami tidak sampai masuk penjara.

Ribut-ribut dengan orangtua kerap terjadi. Niat membunuh orangtua pun muncul. Namun, orangtua tetap pasrah. Karena sikap itulah, saya merasa dipanggil Tuhan untuk kembali ke jalan-Nya. Akhirnya, saya sadar, dan kembali ke gereja lagi. Panggilan untuk semakin aktif dalam kegiatan Gereja juga sangat kuat, sehingga sering mengikuti rekoleksi, pendalaman niman, Mudika, hingga aktif di salah satu Parpol. Saya bekerja menjadi tukang pemecah batu sambil menggaduh sapi. Dua tahun kemudian Tuhan memberi saya jalan membeli kebun kelapa wawit di Sumatera Selatan,dan dari hasil kelapa sawit itulah, perubahan secara materi saya dapatkan. Dari bangun rumah, beli motor hingga membayar hutang. Melihat kondisi ekonomi keluarga kami, semua itu mustahil saya dapatkan. Saya rasa semua itu sudah menjadi bagian dari rencana panggilan Tuhan untuk saya.

Kemudian, setelah satu tahun lebih bersama Bapak, saya memutuskan untuk me nikah, lalu pada tahun 1998 saya menerima sakramen Baptis dan Komuni. Tubuh dan Darah Kristus memberi kekuatan baru dalam diri saya. Saya bersyukur, Tuhan masih memberi kesempatan untuk hidup, karena satu dari teman saya penjambret dibunuh massa. Kasih Tuhan mendorong saya untuk membagikan sebagian hidup saya untuk Gereja dan masyarakat sebagai bentuk kesaksian saya.

Saya bertani dan menjadi pencoker di lokasi penambangan pasir dengan alat berat. Hingg pada tahun 2000 Romo V. Kirjito, Pr bertugas di paroki Sumber, dan sepertinya Rama menangkap suatu keprihatinan dengan rusaknya lingkungan di sekitar Merapi. Rama membentuk kelompok kecil, 20 orang, yang disebut “Semut Merapi”, suatu gerakan mencintai lingkungan hidup. Dalam perkembangan selanjutnya gerakan tersebut menjadi Gerakan Masyarakat Cinta Air (GMCA) yang semakin meluas ke semua lapisan masyarakat.

Pada tahun 2001 paroki Sumber mengadakan Gelar Budaya Merapi, berupa pentas seni yang ada di lereng Merapi, dan Dialog Budaya. Gerakan ini searah dengan dengan pastoral KAS yang mengembangkan Pastoral Budaya di paroki Sumber yang memihak budaya petani.

Sekarang paroki Sumber dan masyarakat Merapi mulai menuai hasil dari 10 tahun mengembangkan Pastoral Budaya. Hubungan an tar umat beragama menjadi semakin harmonis, menumbuhkan sikap kecintaan masyarakat pada Alam Merapi, yang diwujudkan dalam sebuah PERDES (Peraturan Desa) tentang lingkungan dan tidak lagi dikeluarkannya ijin penambangan pasir dengan alat berat. Mulai tumbuh kesadaran masyarakat mengelola sampah plastik di tingkat keluarga dan sikap mengharga “yang kecil” dengan mengumpulkan uang receh di tingkat keluarga yang sudah berjalan sekitar tiga tahun untuk pembangnan gedung gereja.

Saya pribadi menjadi sadar bahwa hidup saya tidak lepas dari Alam, khususnya dari Air yang sudah lebih dulu ada sebelum yang lain diciptakan, seperti tertulis dalam Kitab Kejadian (Kej 1: 1-2). Saya tidak lagi minder menjadi petani “ndeso”. Dengan pendidikan saya yang rendah, Pastoral Budaya juga menjadi sarana saya belajar tentang hidup, dan menambah wawasan, hingga beberapa kali saya dikasih kesempatan oleh KAS untuk terlibat dalam Tepas (Temu Pastoral), acara Kaum Muda, dan juga menjadi Komite Sekolah, Ketua LKMD, dan menjadi Ketua Wilayah.

Sepuluh tahun terlibat dalam proses Pastoral Budaya membela Kebudayaan Petani, lingkungan hidup, banyak tantangan yang saya hadapi. Saya merasa ini sebagai cara Tuhan menyentuh umat. Keterlibatan saya membuat saya sebagai orang desa bangga dan tidak lagi terbebani dengan masa lalu saya. Saya hanya beraharap kepada semua pihak, agar lebih mencintai Alam ini, dan Kebudayaan Petani, dan Ger ewja menjadi teman kami memihak Kebudayaan petani, supaya ke depan genersai kami terbebas dari sebuah sisteim yang tidak adil.

Narasi tersebut dituturkan oleh Benedictus Gimin Setyo Utomo, dan untuk keperluan publikasi ini disampaikan dalam format lebih ringkas.

Bandung, 6 November 2010

Salam, doa ‘n Berkat Tuhan,
+ Johannes Pujasumarta

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/279/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_6
6 Nov 2010

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (7)


Nov 6, '10 1:54 AM
for everyone
PERNYATAAN AKHIR & REKOMENDASI

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA (SAGKI) 2010

Ia Datang supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan (bdk. Yoh 10:10)


PENGANTAR

1. Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) yang berlangsung dari tanggal 1 sampai dengan 5 November 2010 di Kinasih, Caringin – Bogor, Jawa Barat, dihadiri oleh utusan dari 37 keuskupan di Indonesia. Hadir 385 orang peserta, yang terdiri dari para Uskup, imam, biarawan-biarawati, dan sejumlah wakil umat. Sidang Agung ini bertema, Ia Datang supaya Semua Memperoleh Hidup dalam Kelimpahan (bdk. Yoh 10:10). Hidup dalam kelimpahan berarti ada dalam relasi dekat dengan Sang Gembala serta selalu merasakan perlindungan-Nya. Kedekatan dengan Sang Gembala itulah yang akan menjamin kehidupan manusia, dalam relasinya dengan sesama dan seluruh alam ciptaan.

2. Kami menyadari tema SAGKI ini diilhami pula oleh suatu perayaan iman Kongres Misi Asia I di Chiang Mai (Thailand, 2006) yang bertemakan, Telling the Story of Jesus in Asia. SAGKI ini merupakan suatu perayaan iman akan Yesus Kristus sekaligus kesempatan untuk berjumpa satu sama lain dan berbagi pengalaman iman dalam perjumpaan dengan keberagaman budaya, agama dan kepercayaan, serta dalam pergumulan hidup kaum terpinggirkan dan terabaikan.

3. SAGKI 2010 menegaskan pentingnya metode narasi (kisah) dalam pewartaan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dengan metode narasi (kisah) ini, pengalaman iman dapat disampaikan kepada orang lain secara lebih meyakinkan. Dengan cara mengisahkan Yesus, sebagaimana Ia sendiri berkisah, kami berharap diteguhkan dan digerakkan sebagai saksi Kristus. Sesungguhnya, metode narasi tidak asing dalam tradisi Asia, terutama Indonesia. Dalam metode bertutur para peserta SAGKI terlibat secara aktif mengungkapkan pengalaman dalam konteks bhinneka tunggal ika.

4. Seluruh proses SAGKI bertolak dari narasi publik. Para narator publik berkisah bukan saja dengan melaporkan apa yang dikerjakannya, melainkan juga dan terutama dengan pengalaman imannya. Sharing dalam kelompok yang menyusuli narasi publik pada prinsipnya merupakan ungkapan dan ajang berbagi pengalaman berkenaan dengan ketiga sub tema SAGKI 2010. Pada gilirannya hasil sharing kelompok itu dilaporkan dalam sidang pleno dan diperkaya dengan refleksi teologis.

HASIL

5. Sedemikian pentingnya makna paparan narator publik, berikut sharing dalam kelompok, yang masih diperkaya dalam pleno dan refleksi teologis, maka berikut ini akan dikemukakan rangkuman yang memuat sejumlah pokok gagasan terpenting dalam SAGKI. Kami menyadari bahwa rangkuman ini tidak memuat seluruh kekayaan Sidang ini. Aneka kisah dalam SAGKI masih akan terdokumentasikan dalam bentuk buku, video, dan foto. Kami yakin, para peserta SAGKI sendiri merupakan dokumen hidup yang terus menuturkan SAGKI ini.

6. Keberagaman budaya di Indonesia merupakan suatu kenyataan dan kekayaan yang patut kami syukuri. Dengan kebudayaan kami maksudkan segala sesuatu, dengan mana manusia mengasuh dan mengembangkan pelbagai bakat rohani dan jasmaninya, berupaya menguasai bumi dengan pengetahuan dan karyanya, lebih memanusiawikan kehidupan sosial, mengungkapkan melalui karya-karya, pengalaman-pengalaman rohani dan aspirasi-aspirasi besar sepanjang sejarah, serta mengkomunikasikannya dan memeliharanya sebagai inspirasi bagi kemajuan banyak orang, malah bagi seluruh umat manusia (bdk. Gaudium et Spes 53). Oleh karena itu, di dalam keragaman budaya, Allah hadir dan disapa dengan pelbagai macam nama. Kehadiran-Nya dikenali melalui orang dan unsur-unsur kebudayaan yang menghormati dan mencintai kehidupan. Kehadiran-Nya itu dimengerti oleh para pendukung setiap kebudayaan.

7. Gereja sebagai umat Allah yang percaya akan Yesus Kristus menampilkan sikap hormat dan kasih terhadap kebudayaan (bdk. Lumen Gentium 13). Gereja memperhatikan dan menjunjung tinggi setiap bentuk kebaikan, kasih persaudaraan dan kebenaran yang terdapat dalam kebudayaan. Gereja pun mengungkapkan diri dalam unsur-unsur kebudayaan setelah dilakukan refleksi teologis yang sesuai dengan Injil, tradisi, dan magisterium. Dalam perjumpaan dengan kebudayaan setempat, Gereja diperbarui dan sekaligus memperbarui beberapa unsur kebudayaan dengan kekuatan Injil.

8. Gereja mengakui bahwa Allah telah menyatakan karya-karya agung melalui pelbagai peristiwa keselamatan yang dituturkan dari generasi ke generasi lain. Dalam pertemuan dengan kebudayaan, Gereja ternyata mengenali aneka wajah Yesus, sebagai gembala yang baik, inspirator, guru, pengampun, raja damai, dan terutama pengasih tanpa batas dan syarat.

9. Dalam pelbagai kisah mengenai dialog dengan agama dan kepercayaan, para peserta SAGKI ternyata menyadari bahwa Gereja mampu menemukan nilai-nilai injili yang dihidupi oleh para penganut agama dan kepercayaan. Maka, Gereja perlu keluar dari dirinya sendiri, menjumpai para pemeluk agama dan penganut kepercayaan, sebagaimana yang diperlihatkan dan diajarkan oleh Yesus yang berani terbuka dan mengambil inisiatif untuk menyeberangi batas-batas agama – budaya (bdk. Yoh 4). Melalui perjumpaan tersebut, Gereja ditantang untuk menilai kembali pemahaman imannya akan Yesus Kristus. Kecuali itu, gambaran Gereja tentang Yesus juga diteguhkan.

10. Gereja mendengarkan ajakan Yesus untuk dengan rendah hati belajar beriman dari setiap orang yang beragama dan berkepercayaan (bdk. Mat 8: 10; Luk 7: 9). Gereja disadarkan akan pentingnya mewujudkan iman yang mendalam akan Kristus dalam tindakan-tindakan kemanusiaan dan mengungkapkannya dalam ibadat. Dengan belajar dari Yesus yang berwajah lembut, penuh empati, dan pendoa, Gereja mengembangkan kerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik yang berasal dari pelbagai agama dan kepercayaan untuk mengembangkan dialog dan aksi-aksi kemanusiaan demi terwujudnya perdamaian (bdk. Mat 9: 13).

11. Sementara itu, kisah-kisah pergumulan hidup kaum terpinggirkan dan terabaikan menyadarkan para peserta SAGKI bahwa Gereja harus mengakui proses pemiskinan merupakan pencideraan manusia yang adalah citra Allah yang luhur, mulia, dan kudus (bdk. Kej 1:26-27). Hidup dalam kemiskinan sesungguhnya merupakan keadaan serba terbatas dalam sandang, pangan, papan, dan kehilangan akses terhadap hak-hak dasar. Gereja memandang pribadi si miskin sebagai “pewahyu” wajah Yesus yang sedang menderita, yang terluka, tabah, menangis, karena Yesus hadir dalam dirinya yang miskin, menderita, tertekan dan susah (bdk. Mat 25: 31-46).

12. Meneladani Yesus, Sang Penyelamat, Pembebas, Penolong, Pembawa Harapan, Gereja wajib solider dengan orang miskin. Solidaritas itu dinyatakan melalui keberpihakan dan pemberdayaan orang miskin, tindakan berbagi serta keterlibatan secara aktif dalam memperbaiki struktur atau sistem yang tidak adil, dan memelihara lingkungan hidup.



REKOMENDASI


13. Setelah pengayaan melalui proses narasi publik, sharing kelompok, pleno, dan refleksi teologis, kami sampai pada sejumlah rekomendasi berikut ini, yang merupakan misi perutusan Gereja agar seluruh keuskupan menanggapinya dalam program keuskupan.

13.1. Kami berkomitmen untuk melanjutkan dialog dengan kebudayaan setempat supaya kami semakin mampu mengenali dan menghadirkan wajah Yesus dalam kebudayaan.

13.2. Kami juga berkomitmen untuk menciptakan model-model baru dalam pewartaan dan katekese dengan metode naratif serta menggunakan pelbagai bentuk kesenian.

13.3. Tidak kurang juga komitmen kami untuk mengembangkan katekese naratif bagi anak-anak, yang sesuai dengan zaman, tempat dan budaya.

13.4. Kami akan meneruskan dan meningkatkan kerja sama dan dialog antar-umat beragama yang sudah dilaksanakan oleh Gereja di setiap tingkatan.

13.5. Kami merasa wajib mengembangkan sikap rela merendahkan diri dengan telinga seorang murid yang selalu siap mendengarkan.

13.6. Kami bertekad mengedepankan pewartaan lewat kesaksian hidup dan melakukan aksi-aksi kemanusiaan baik secara pribadi (orang per orangan), Gereja sendiri sebagai komunitas beriman maupun dalam kerja sama dengan pelbagai lembaga untuk memerdekakan orang miskin dari cengkeraman kemiskinan dan peminggiran.

13.7. Kami berkomitmen untuk menghidupi spiritualitas yang memerdekakan. Untuk itu diperlukan pertobatan hati yang mendalam dan diwujudkan secara nyata dalam aksi solidaritas. Para petani, nelayan, buruh, kelompok terabaikan, dan terpinggirkan perlu didampingi secara pastoral. Tidak kalah pentingnya, kami memelihara lingkungan hidup.

PENUTUP

14. Pada akhirnya, kami semakin diteguhkan bahwa kesaksian kami untuk menghadirkan Kristus di tengah masyarakat dapat terjadi secara efektif melalui komunitas-komunitas basis gerejawi. Kami percaya bahwa Roh Kudus membimbing dan menyertai Gereja dalam upaya mengenali dan mencintai wajah Yesus dalam keanekaragaman budaya, dalam dialog dengan agama dan kepercayaan, dan dalam pergumulannya dengan dan bersama orang-orang yang dipinggirkan dan diabaikan. Dan sebagaimana Maria selalu menyertai Puteranya, kami yakin bahwa Bunda Maria menyertai dan mendoakan kami.



Caringin, 5 November 2010
Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia

sumber: http://networkedblogs.com/adDff
6 nov 2010

Kamus Indonesia