Kalender Liturgi

Selasa, 27 September 2011

Refleksi Tanda Salib

Apakah makna tanda Salib bagi kita? Mengapa kami menampilkan salib dari ranting/kayu pohon, yang ada corpus dan non corpus? Berikut jawaban refleksi-kritisnya:
1.      Struktur simbolis mesti dibedakan antara isi (sesuatu yang disimbolkan) dan bentuk ungkapan (simbolnya), meskipun keduanya tidak pernah dapat dipisahkan. Isi hanya dapat kita tangkap melalui simbolnya; dan sebaliknya simbol hanya memiliki makna atau roh apabila mengungkapkan sesuatu yang menjadi isinya. Demikian juga dengan simbol-simbol liturgi. Seluruh simbol liturgi menjadi bentuk ungkapan dari inti misteri iman yang dirayakan, yakni Misteri Yesus Kristus yang menyelamatkan. Maka, setiap simbol harus dapat mengungkapkan segi-segi tertentu dari misteri iman yang dirayakan.[1]
2.      Manusia adalah simbol lirtugi, yang mencakup: diri manusia, tindakan indrawi, dan tata gerak. Tindakan menyentuh dalam liturgi mengungkapkan persekutuan kita dengan Allah dan dengan sesama umat beriman di dalam ikatan Roh Kudus. Salah satunya adalah tindakan mencium salib. Demikian pula dengan melihat simbol salib; kita sekaligus melihat kemulian Allah, sebab dalam wajah Kristus kita dapat melihat kemuliaan Allah (2 Kor 4:6). Dengan menyadari komunikasi Allah yang memancar melalui simbol salib, maka kita menjalin relasi dengan Allah dan sesama jemaat.[2]
3.      Salib Kritus itu menjadi kebanggaan dan kekuatan orang Kristen, meskipun bagi orang Yahudi salib merupakan suatu batu sandungan dan bagi orang Yunani merupakan kebodohan (bdk. 1 kor 1:18.23). Menurut tradisi liturgi, tanda salib pertama kali mengungkapkan iman dasar Kristiani akan salib Kristus yang membawa penebusan dan keselamatan. Sedangkan, tanda salib menunjuk kuasa salib Kristus yang menyelamatkan dan perlindungan Kristus yang menyelamatkan dan tanda perlindungan Kristus terhadap kuasa jahat setan. Seruan yang menyertai tanda salib: “Dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” baru muncul sekitar abad pertengahan. Dengan seruan Allah Tritungal dalam membuat tanda salib ini, maka orang beriman mengenang baptisannya sebagai milik Kristus.[3]
4.      Salib Dari Ranting: Apabila, di antara kita ada yang dapat menangkap ungkapan Misteri Yesus Kristus yang menyelamatkan melalui salib tersebut, sungguh itu merupakan anugerah dari Allah. Akan tetapi bila sebaliknya, maka sadarilah bahwa kita sesungguhnya diundang-diajak untuk dapat mengungkapkan iman dasar Kristiani; salib Kristus yang membawa penebusan dan keselamatan kita.
5.      Salib Non-Corpus: demikian pula berlaku dengan Salib non-corpus. Jikalau kita justru berkesan dengan perbedaan-perbedaan bahan baku/element kayu yang lebih baik dibandingkan salib yang hanya terbuat dari ranting ataupun dibandingkan dengan salib corpus (yang dari besi), hal itu merupakan bagian dari bentuk ungkapan misteri iman kita. Jikalau kita tidak dapat menemukan ungkapan dari kedua simbol salib yang tanpa corpus itu, maka dapat kita sadari sebagai sifat kemanusiawian saja. Namun, saat ini kita sungguh diundang untuk dapat melihat dan menyentuh simbol salib yang kelihatan kepada suatu persekutuan dengan misteri keselamatan Allah.
6.      Salib Corpus: Salib yang ada Corpus (Crucifix : salib dengan figur Yesus; patung salib Yesus), merupakan simbol, lambang khas dan suci bagi umat Kristen, khususnya bagi umat Katolik merupakan lambang inti dan agung. Simbol atau lambang yang paling kelihatan. Jauh sebelum peristiwa Kalvari, salib merupakan suatu alat hukuman mati yang paling keji, yang paling hina, dan paling rendah. Salib terbuat dari kayu balok. Salib adalah alat hukuman yang berasal dari Timur Tengah: Persia (sekarang Iran).[4]
7.      Makna dan ungkapan Salib
            Kita dan banyak orang Kristen lainnya ada yang menggantungkan salib di leher ataupun dipasang di bagian dada atau kerah kemeja, dan hampir semua biarawan-biarawati memakai salib. Salib kerap dijumpai di gedung-gedung Gereja, rumah sakit, sekolah, dan tempat-tempat tertentu yang menyatakan ciri Kristiani. Semua itu ada artinya, yakni sebagai tanda khusus/pengenal untuk pengikut Tuhan Yesus Kristus; bagi identitas para pejabat gereja dan identitas asali biara/kongregasi para anggota religius.
            Di satu sisi, Salib mengingatkan kita akan penghinaan, siksaan, penderitaan, kedukaan, dan kesepian yang dialami Tuhan Yesus. Melalui kematian Yesus di kayu salib, Diri-Nya dipermuliakan dan Diri-Nya kembali ke sisi Bapa. Di sisi yang lain, umat Kristen memaknai salib sebagai tanda kemenangan; tanda harapan akan kebangkitan; tanda kesetiaan; tanda cinta kasih karena Tuhan Yesus telah menebus umat-Nya dengan mati di kayu salib.
            Upacara penghormatan (mencium-melihat) salib: sebagai tanda kita memperingati penderitaan Tuhan Yesus, sebagai tanda menyesal dosa-dosa kita, sebagai tanda terima kasih bahwa kita ditebus, sebagai tanda menghormati Tuhan Yesus yang wafat untuk kita, sebagai tanda kesetiaan kepada Tuhan Yesus. Jadi, mencium salib menunjukkan pernyataan syukur bahwa oleh kematian-Nya, Ia memusnahkan iblis yang menguasai manusia dan menebus dosa kita.
            Dengan demikian, jika kita membuat tanda salib, menggunakan salib, dan memiliki salib, semoga kita sungguh mengungkapkan misteri keselamatan Allah sebagai sikap hidup kia dalam persekutuan dengan Tritunggal Mahakudus dan sesama.

“Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah” (1Kor 1:18).

*Bahan untuk kelompok Liturgi, 27 September 2011.


[1] Bdk. Emanuel Martasudjita, Pr. Liturgi: Pengantar untuk studi dan praksis Liturgi. Yogyakarta: Kanisius, 2011, hlm. 131.
[2] Bdk. Emanuel Martasudjita, Pr. Ibid., hlm. 133-134.
[3] Bdk. Ibid., hlm. 140-141.
[4] Bdk. Evert P. Kamulata. Mengapa Kita Membuat Tanda Salib?.Yogyakarta: Yayasan Pustakan Nusatama, 2002, hlm. 16-25.

Senin, 12 September 2011

Sekitar Prosesi Liturgi Sabda


Sekitar Prosesi Liturgi Sabda
I: “Tu-han ber-sa-ma-mu.” U: “Dan ber-sama roh-mu.” I: “Inilah In-jil Ye-sus Kris-tus menurut Ma-ti-us.” U: “Dimuliakan-lah Tu-han.” Merupakan seruan pemakluman Injil yang biasa dibawakan oleh Imam atau Diakon bersama umat sebelum Injil dibacakan.
Dalam uraian C.H.Suryanugraha,OSC bahwa terdapat tujuh kali tanda salib dalam Misa. Di antaranya tiga tanda salib kecil pada dahi-mulut-dada sebelum mendengarkan Injil (bdk. hidupkatolik.com, edisi 25 Juli 2011 atau Warta Klara, edisi 7 Agustus 2011).
Berkaitan hal di atas. Bilamanakah pembuatan tiga tanda salib kecil pada dahi, mulut, dan dada dilakukan? Apakah sebelum mengatakan “Dimuliakanlah Tuhan”? Apakah sesudah menyahut “Dimuliakanlah Tuhan”? ataukah pada saat bersamaan mengatakan “Dimuliakanlah Tuhan”?
Ya, yang tepat adalah sesudah menyahut “Dimuliakanlah Tuhan”!
Mengapa pembuatan tiga tanda salib kecil harus dilakukan sesudah menyahut “Dimuliakanlah Tuhan”?
Pada TPE 2005, arti simbol tanda salib yang dibuat ketika memulai bacaan Injil dengan membuat tanda salib pada dahi, mulut, dan dada, yaitu untuk mengungkapkan hasrat (tanggapan iman) agar budi diterangi, mulut disanggupkan untuk mewartakan, dan hati diresapi oleh sabda Tuhan.
Meskipun ini merupakan hal praktis-teknis yang tampak sepele di antara kita-umat. Namun pada kenyataannya, bahwa tidak ada keseragaman pemahaman tata gerak liturgis di antara kita-umat dalam membuat tanda salib kecil pada dahi-mulut-dada sebelum Injil dibacakan.
Masih banyak di antara kita-umat kurang menghayati makna liturgis dari tata gerak ini. Sebagian di antara kita-umat justru membuat tiga tanda salib kecil pada dahi-mulut-dada seraya berkata “Dimuliakanlah Tuhan”. Atau kadang bahkan lebih cepat mendahului dengan tergesa-gesa tanpa peduli sahutannya. Padahal bukanlah demikian.
Reflectio
Sewaktu Imam mengatakan: “Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius” (atau menurut Markus/Lukas/Yohanes sesuai kalender liturgi). Maka Umat tidak segera membuat tiga tanda salib kecil, akan tetapi berseru “Dimuliakanlah Tuhan” dengan penuh pemaknaan, kesadaran, dan kepasrahan menerima Sabda Allah.
Setelah itu, barulah kemudian kita-umat membuat tiga tanda salib kecil pada dahi, mulut dan di dada dengan menggunakan jari tangan kita disertai rumusan perkataannya.
Memangnya, apakah rumusan perkataan dan arti pembuatan tanda salib kecil pada dahi, bibir, dan dada?
Rumusan perkataannya adalah “Sabda-Mu kuterima dengan budiku”; “Kuwartakan dengan mulutku”; “dan kusimpan dalam hatiku.
Saat pembuatan tanda salib pada dahi, kita berkata dalam hati: “Sabda-Mu kuterima dengan budiku” hal ini berarti bahwa Sabda Allah itu kita pikirkan dan kita renungkan.
Saat pembuatan tanda salib pada mulut (bibir), kita berkata dalam hati: “Kuwartakan dengan mulutku” hal ini berarti bahwa Sabda Allah itu kita wartakan pula kepada orang lain.
Saat pembuatan tanda salib pada dada, kita berkata dalam hati: “dan kusimpan dalam hatiku.” hal ini berarti bahwa Sabda Allah itu kita simpan, kita resapkan dalam hati, dan akan kita laksanakan (bdk. E.Martasudjita,Pr; 2004, 40).
Sementara itu, untuk aklamasi sesudah Injil, kita tidak perlu lagi membuat tanda salib. Sesudah Imam/Diakon membacakan Injil, maka akan diakhiri dengan perkataan: ”Demikilah In-jil Tu-han.” Dan Umat menyahut: “Ter-pu-ji-lah Kris-tus.” Kemudian kita-umat duduk dengan sikap tenang untuk mendengarkan Homili Imam (lht. TPE 2005, 33-34).
Actio
Rumusan perkataan yang menyertai pembuatan tiga tanda salib tersebut harus kita lakukan dengan penuh hikmat dan sadar akan kehadiran Allah: Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Nah, kini menjadi jelas, bahwa agak sulit bagi kita-umat apabila akan mengatakan tiga rumusan perkataan dalam hati dan sekaligus pembuatan tiga tanda salib kecil pada dahi, mulut, dan dada sementara di saat bersamaan itu kita sedang mengucapkan sahutan aklamasi sebelum Injil.
Dengan demikian, maka rumusan perkataan dan pembuatan tiga tanda salib kecil pada dahi, mulut dan dada harus dilakukan sesudah berseru “Dimuliakanlah Tuhan”. Silakan mulai berlatih di rumah sambil mengingat rumusan di atas.
Akhirnya, hal praktis tata-gerak liturgis tiga tanda salib kecil ini menyadarkan kita, bahwa akal-budi kita diterangi, mulut kita disanggupkan untuk mewartakan, dan hati kita diresapi oleh sabda Tuhan. Selamat mencoba dalam prosesi Liturgi Sabda!
Oratio
“Allah Tritunggal: Bapa, Putera, dan Roh Kudus, terpujilah selama-lamanya. Amin.”
*TPE: Tata Perayaan Ekaristi-Buku Umat. 777melki@facebook.com (SY Melki SP).

BERDOA DENGAN KITAB SUCI


BERDOA DENGAN KITAB SUCI
Pameo “tak kenal maka tak sayang”, dapat berlaku pada analogi berikut: “tidak mengenali Sabda Yesus maka tidak menyayangi Tuhan Yesus”.
Acap kali kita (Katolikers) mengabaikan salah satu kewajiban pokok kerohanian Kristiani, yakni merenungkan Kitab Suci. Kadang muncul dalam benak Katolikers: mulai dari perikop/kitab manakah yang hendaknya direnungkan? Adakah cara praktis membaca Kitab Suci dari Kejadian-Wahyu?
Bagi Katolikers yang sering nongol di dunia digital, tentu saja dapat membaca Kitab Suci secara lebih praktis. Selain tersedia software Kitab Suci untuk merk handphone, laptop atau untuk tablet-android tertentu, namun tersedia pula kalender liturgi harian secara online ‘n updated, misalnya di situs: www[dot]imankatolik[dot]or[dot]id.
Kitab Suci: Bulan dan Angka?
“Koooq… bulan Kitab Suci hanya pada bulan September?” Penetapan bulan September sebagai bulan Kitab Suci bukan ditentukan secara tematik-numerik, tetapi berdasarkan keputusan pastoral Gereja Katolik Indonesia. Sejak tahun 1977, MAWI (sekarang: KWI) menetapkan bahwa setiap hari Minggu pertama bulan September dirayakan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional (HMKSN). Perayaan ini bersifat Nasional untuk menanamkan rasa cinta kepada Sabda Allah pada hati umat Katolik Indonesia (bdk. Pidyarto,O.Carm, 2001, 114).
Kemudian dalam perkembangannya, seluruh keuskupan di Indonesia memperpanjang perayaan HMKSN ini menjadi Bulan Kitab Suci Nasional (sekarang: BKSN). Oleh karena itu, selanjutnya disusunlah tema-tema pendalaman iman sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia.
Ohiyaaa… Ada salah satu yang menarik sampai detik ini untuk sebagian orang numerisme, yang sering menganggap angka dapat membawa hoki dan juga apes. Satu di antaranya kepercayaan mengenai angka 666 dalam Wahyu 13:18, yang secara keliru sering ditafsirkan sebagai angka setan. Padahal, menurut kebanyakan ahli, angka 666 adalah bilangan sandi untuk Kaisar Nero.
Bagi pengikut numerisme (paham kepercayaan terhadap angka), membenarkan pendapatnya bahwa angka dapat membawa apes atau hoki untuk angka-angka tertentu, dengan menyertakan ayat Kitab Suci sebagai dasar argumentasinya. Kesesatan ini perlu diwaspadi para Katolikers.
Katolikers harus ingat bahwa pembagian bab dan ayat dalam Kitab Suci bukanlah asli dari Kitab Suci melainkan dibuat oleh Stephanus Langton (bdk. Pidyarto,O.Carm, 2004, 116). Jadi, pokok iman kita bukan pada numerik ataupun mitos tahayul, melainkan terletak pada iman akan Allah yang mewahyukan diri-Nya (lht. Kredo – Syahadat Para Rasul).
Reflectio
Tradisi Kristiani mempunyai tiga betuk untuk mengungkapkan dan menghayati doa, yakni doa dengan kata-kata, meditasi, dan doa kontemplatif (KKGK 568). Dua bentuk doa yang terakhir biasanya sering menggunakan Kitab Suci.
Betuk doa pertama, yaitu doa dengan kata-kata yang menggabungkan badan dengan kedalaman doa batin. Yang penting doa harus selalu keluar dari iman personal. Dengan doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan bentuk sempurna doa dengan kata-kata.
Kedua, meditasi adalah refleksi penuh doa yang dimulai dengan sabda Allah dalam Kitab Suci. Meditasi adalah langkah pertama untuk menuju persatuan dengan Allah kita.
Ketiga, doa komtemplatif yang melulu hanya memandang Allah dalam keheningan dan cinta. Santa Teresa Avila menggambarkan doa kontemplatif sebagai hubungan persahabatan yang amat erat,’”sering tinggal sendiri bersama Allah yang kita tahu mencintai kita’” (KKGK 569-571).
Bagaimana kita membaca dengan mendoakan Kitab Suci? Kiranya langkah-langkah ini akan sangat membantu:
(1) Doa persiapan, penyadaran diri bahwa diri berada di hadirat Allah.
(2)
Memohon rahmat yang kita perlukan.
(3)
Membaca teks Kitab Suci dengan pelan-pelan, atau dengan ritme, atau pula dengan diucapkan lirih.
(4)
Bila ada perasaan tertarik akan suatu kata atau kalimat, berhenti di situ, membaca lagi dan lagi yang menarik itu. Merasakan, mengunyah kata-kata itu, mencerna dan membatinkan.
(5)
Lalu ditutup dengan doa spontan sesuai dengan perasaan yang muncul.
Sesudah itu, kita mengadakan refleksi atas pengalaman doa:
(1) Bagaimana jalannya doa?
(2)
Batin dan budi mengalami penerangan apa?
(3)
Hati dan perasaan mengalami pengalaman batin apa?
(4)
Kehendak kita dibawa dan digerakkan ke mana?
(5)
Apakah kita merasa terhibur atau merasa sepi? Mengapa?
Demikianlah beberapa penolong untuk berdoa dengan Kitab Suci. Allah tetap bersabda menerangi budi, menggerakkan hati, agar iman, harapan dan kasih semakin tumbuh dan berkembang dalam realitas konkret hidup kita (LR).
Actio
Dalam rangka BKSN tahun ini, maka hendaknya Katolikers dapat ikut serta dalam tema-tema pendalaman iman yang dilaksanakan oleh lingkungan maupun kelompok kategorial di paroki kita.
Materi bulan Kitab Suci 2011 – lingkup Keuskupan Agung Jakarta mengusung tema: “Belajar dari Perumpamaan-perumpaan Yesus”. Pertemuan pendalaman iman untuk tema tersebut dilaksanakan dengan empat tahap: (1) Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati, (2) Perumpamaan Anak yang Hilang, (3) Perumpamaan tentang Lalang di antara Gandum dan (4) Perumpamaan tentang Pengampunan (bdk. KKS Barnabas, 2011).
Semoga bulan September tidak menjadi bulan aksidental saja untuk membaca Kitab Suci. Akan tetapi menjadi sumbu semangat membaca Kitab Suci yang terus menyala sepanjang masa tahun liturgi Gereja.
Saya biasanya menggunakan kalender lirturgi Gereja terbitan KWI atau kadang mengakses internet di situs imankatolik. Bagi Katolikers yang suka surfing the internet, silakan mampir ke situs imankatolik untuk men-download gratis kalender liturgi harian Gereja Katolik.
Hendaknya Katolikers merenungkan atau berdoa dengan Kitab Suci bukan hanya untuk mengenali Sabda-Nya, melainkan pula untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya. “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21).
Akhirnya Katolikers, pameo berubah menjadi motto indah: “mengenali Sabda Yesus maka menyayangi Tuhan Yesus.” (SY Melki SP)
Oratio
+“Bapa, Putra dan Roh Kudus, terangilah Sabda-Mu dalam sikap hidup kami. Amin.”+
*Dr.H.Pidyarto Gunawan,O.Carm, Umat Bertanya, Romo Pid Menjawab, dalam rubrik konsultasi iman seri 5-7. Jogyakarta: Kanisius.
*Santo Ignasius Loyola. Latihan Rohani, seri Ignasian 5. Yogyakarta: Kanisius. 1993, hlm. 247-248.
*KKGK: Kompendium Katekismus Gereja Katolik
*Sumber foto: Hati Yang Bertelinga

Sabtu, 03 September 2011

BIJI SESAWI :

ImageImage


Kandungan nutrisinya per 100 g (3.5 oz)
Energy 470 kcal 1960 kJ
Carbohydrates 34.94 g
- Sugars 6.79 g
- Dietary fiber 14.7 g
Fat 28.76 g
- saturated 1.46 g
- monounsaturated 19.83 g
- polyunsaturated 5.39 g
Protein 24.94 g
Water 6.86 g
Vitamin A equiv. 3 μg 0%
Thiamin (Vit. B1) 0.543 mg 42%
Riboflavin (Vit. B2) 0.381 mg 25%
Niacin (Vit. B3) 7.890 mg 53%
Vitamin B6 0.43 mg 33%
Folate (Vit. B9) 76 μg 19%
Vitamin B12 0 μg 0%
Vitamin C 3 mg 5%
Vitamin E 2.89 mg 19%
Vitamin K 5.4 μg 5%
Calcium 521 mg 52%
Iron 9.98 mg 80%
Magnesium 298 mg 81%
Phosphorus 841 mg 120%
Potassium 682 mg 15%
Sodium 5 mg 0%
Zinc 5.7 mg 57%


Image

Perhatikan dengan seksama, panjang biji sesawi ini kurang dari 0,5 cm dan satu biji yang saya ukur sekitar 4,5 mm. Foto di atas menunjukkan perbandingan antara tutup lensa kamera nikon D50 saya (warna hitam, hanya ujungnya saja yang kelihatan) dan biji sesawi serta perbandingannya dengan ukuran panjang 1 cm.

Image

Image
Sumber :
http://www.im-mc.org/e107_plugins/conte ... content.28


KEBUN SESAWI :
Image
dari : http://www.fotosearch.com/photos-images ... field.html

POHON SESAWI :

ImageImage
Pohon Sesawi yang besar dan tinggi berasal dari biji yang sangat kecil, cocok dengan ayat sbb :
* Matius 13:13-31
13:31 Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.
13:32 Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya."



Image
Pohon Sesawi di padang.
dari : http://www.fotosearch.com/photos-images ... field.html



Image
Pohon sesawi yang mulai besar dan tinggi diantara tanaman sesawi yang kecil
dari : http://www.ics.uci.edu/~eppstein/pix/sa ... Field.html

Kamus Indonesia