Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-I)
Lokasi : Wisma Syalom, Sindanglaya, Jawa Barat
Waktu : 29 Juni – 05 Juli 1977
Tema : Arah Katekese di Indonesia
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-II)
Lokasi : Wisma Samadi, Klender-Jakarta Timur
Waktu : 29 Juni – 05 Juli 1980
Tema : Katekese Umat
(isi pertemuan ini pengertian Katekese Umat
itu sendiri dijernihkan dan dirumuskan sebagai komunikasi iman atau
tukar-menukar pengalaman iman antara anggota kelompok. Katekese Umat
mengalami perkembangan yang menggembirakan. Dalam pelaksanaannya, kunci
keberhasilan Katekese Umat sebahagian besar terletak pada pembinaan
Katekese Umat).
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-III)
Lokasi : Wisma Bintang kejora, Pacet-Mojokerto, Jawa Timur
Waktu : 29 Januari – 05 Pebruari 1984
Tema : Usaha Pembinaan Pembina Katekese Umat
(isi pertemuan ini untuk menampung dan
mengkomunikasikan berbagai gagasan dan usaha-usaha praktis Pembinaan
Pembina Katekese Umat dari semua Komkat Keuskupan dan lembaga pendidikan
Kateketik/Pastoral di Indonesia. Hasilnya diharapkan untuk
dikembangkan di tempat masing-masing guna terlaksananya Katekese Umat
secara merata, sampai pada kelompok umat basis.)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-IV)
Lokasi : Hotel Dhyana, Denpasar-Bali
Waktu : 24-28 Oktober 1988
Tema : Membina Iman Yang Terlibat dalam Masyarakat
(isi pertemuan ini lebih menekankan pada
evaluasi terhadap pelaksanaan 3 PKKI sebelumnya. Disadari bahwa banyak
kendala yang menimbulkan kemandekan pelaksanaan Katekese Umat. Begitu
juga Katekese Sekolah yang menjalankan pola PAK Malino 1981. Dalam
kaitan dengan pola PAK, peserta juga mengevaluasi kurikulum PAK 1981
beserta buku-buku penjabarannya. Untuk itu sejak awal pertemuan,
peserta diajak untuk memikirkan dan merefleksikan pertanyaan ini:
“Bagaimana mengusahakan suatu katekese yang membina iman yang terlibat
dalam masyarakat?”)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-V)
Lokasi : Wsima Kinasih, Caringin-Bogor
Waktu : 22-30 September 1992
Tema : Beriman dalam Hidup Bermasyarakat: Tantangan bagi Katekese
(isi pertemuan ini menggarisbawahi bahwa PKKI
V dilihat sebagai satu mata rantai saja dari suatu proses panjang
untuk membuat katekese sungguh fungsional dalam pembentukan Gereja yang
misioner di Indonesia ini. Kehadiran dan pembentukan misioner suatu
Gereja lokal menjadi lebih kompleks. Namun apa yang dasariah dalam
katekese tetap berlaku, yaitu: iman umat dibangun secara terarah, dalam
perjumpaan dengan wahyu ilahi di tengah situasi masyarakat yang
kongkrit.)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-VI)
Lokasi : Wisma Samadi, Klender-Jakarta Timur
Waktu : 01-10 Oktober 1996
Tema : Menggalakkan Karya Katekese di Indonesia
(isi pertemuan ini menyoroti kembali soal
Katekese Umat sebagai komunikasi iman dari suatu kelompok umat
diharapkan bisa menghasilkan mutu hidup bergereja dan bermasyarakat
yang lebih baik. Karena itu fokus pergumulan dalam PKKI ini adalah
tentang Katekese Umat yang membangun jemaat dengan orientasi Kerajaan
Allah.)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-VII)
Lokasi : Sawiran jawa timur
Waktu : 24-30 Juni 2000
Tema : Katekese Umat dan Kelompok Basis Gerejani
(isi pertemuan ini tentang Katekese Umat
dalam hubungan dengan Gereja Lokal yang paling kecil, yaitu Kelompok
Basis Gerejani yang cikal bakalnya sedang bertumbuh subur di banyak
gereja di berbagai keuskupan kita saat ini. Selain membahas soal
Katekese Umat dan Kelompok Basis Gerejani, juga dibicarakan soal revisi
kurikulum PAK 1994)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-VIII)
Lokasi : Wisma Misericordia
Waktu : 22-28 Pebruari 2004
Tema : katekese umat yang membangun hidup gereja (kbg) yang kontekstual
(isi pertemuan ini)
Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se Indonesia (PKKI-IX)
Lokasi : Tomohon- Manado
Waktu : 17-23 Juni 2008
Tema : Katekese Dalam Masyarakat Yang Tertekan
isi pertemuan ini sbb :
1. Pengantar
– Pertemuan Kateketik Antarkeuskupan
Se-Indonesia IX sudah terlaksana dengan baik dan lancar. Pertemuan yang
diikuti oleh para utusan dari keuskupan-keuskupan di seluruh Indonesia
ini mengambil tema: ”Katekese dalam Masyarakat yang Tertekan”.
Masyarakat Indonesia yang mengalami ketertekanan dalam banyak bidang
kehidupan menjadi alasan bagi Gereja Katolik untuk melakukan katekese
yang memberi peneguhan, pencerahan, serta keberanian untuk bertindak
mengatasi ketertekanan itu. Tema besar tersebut secara khusus diolah
dengan mendalami tiga bidang kehidupan, yaitu bidang kemanusiaan,
politik, dan hukum. Dari hasil pendalaman dan pengolahan tiga bidang
tersebut akan disusun modul-modul katekese bagi empat kelompok umur,
yaitu kelompok anak, remaja, orang muda, dan dewasa.
2. Penerusan iman
– Kotbah perayaan Ekaristi pembuka
menggarisbawahi peran katekese sebagai upaya untuk meneruskan warisan
iman dari generasi ke generasi. Santo Paulus memberikan pendasaran
tentang hal tersebut melalui himbauannya kepada Timotius (2 Tim
3:10-17). Nasihat kepada sang penerus itu masih sangat relevan untuk
kita perhatikan sampai saat ini. Sambil mengingat amanat agung Yesus
Kristus kepada para murid-Nya (Mat 28:18-20) hendaknya panggilan
penerusan iman itu tetap dikerjakan oleh umat Katolik sampai kapan pun.
3. Tema yang memiliki keberpihakan jelas
– Dengan mengambil fokus pendalaman tentang
masyarakat yang tertekan sebagai tujuan kegiatan katekese di masa-masa
mendatang, maka PKKI - IX ini lebih tegas menyatakan keberpihakannya.
PKKI periode-periode sebelumnya masih secara stereotype merumuskan tema
seputar katekese yang relevan atau kontekstual tanpa menyebut kondisi
konkret masyarakat yang akan disapa.
Keberpihakan yang jelas itu akan dikonkretkan
pula oleh Bimas Katolik Depag RI dengan mengambil langkah nyata
menyalurkan dana sekitar 75% hingga 80% untuk pemberdayaan langsung di
daerah-daerah. Kebijakan ini diambil untuk mendukung upaya pemerataan
dan efisiensi pemanfaatan dana serta melakukan penggandaan pelaksana
(multiplikasi pelaksana/ pelaku) peningkatan hidup beriman masyarakat
Katolik di Indonesia.
4. Mencipta harmoni sosial
– Merupakan tugas para katekis untuk membantu
masyarakat beragama menciptakan harmoni sosial. Jangan sampai
keberadaan agama justru melemahkan upaya untuk mewujudkan harmoni
sosial di tengah masyarakat. Kehidupan antarumat beragama yang harmonis
merupakan dukungan nyata bagi pelaksanaan pembangunan daerah secara
lebih optimal. Kerukunan antarumat beragama merupakan modal sosial yang
sangat penting untuk mendukung terwujudnya pembangunan yang lebih
berdaya guna bagi seluruh masyarakat.
5. Mengungkap fakta, memanfaatkan data
– Melalui pertemuan di kelompok regio yang
terbagi dalam enam kelompok, peserta diajak untuk mengungkapkan fakta
ketertekanan yang dialami masyarakat di wilayah asal para peserta.
Regio yang dimaksud adalah regio Sumatera, Kalimantan, Manado Aamboina
Makassar, Papua, Nusra, dan Jawa. Dengan bantuan tiga pertanyaan, para
peserta menjalankan refleksinya.
Pertanyaan-pertanyaan panduan diskusi meliputi:
(1) Pengalaman-pengalaman apa yang terjadi di
Keuskupan Anda yang berkaitan dengan masalah-masalah kemanusiaan,
hukum, politik?;
(2) Tindakan-tindakan kateketis apa yang
dilakukan oleh Keuskupan Anda menanggapi masalah-masalah tersebut?;
(3) Adakah indikasi keberhasilan dari
tindakan-tindakan kateketis yang telah dilakukan? Dari hasil diskusi
regio tersebut didapatkan data persoalan bidang kemanusiaan, hukum dan
politik sebagai berikut:
6. Masalah Kemanusiaan
– Bidang kemanusiaan memiliki persoalan
pokok: rendahnya tingkat kesehatan masyarakat, rendahnya tingkat
pendidikan, meningkatnya kekerasan dalam hidup masyarakat (perampokan,
penodongan, pembunuhan yang banyak disebabkan oleh tekanan ekonomi),
kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan fisik, mental, seksual),
perdagangan manusia (human trafficking, khususnya terhadap anak dan
perempuan), kemiskinan yang terus meningkat jumlahnya, perusakan
lingkungan hidup (penebangan hutan, pertambangan, pencemaran, sampah),
penertiban wilayah perkotaan dengan mengesampingkan hak rakyat kecil
(penggusuran PKL, anak jalanan), diskriminasi perlakuan antara penduduk
asli dan pendatang, penghilangan hak hidup (aborsi, pembunuhan),
poligami terselubung, keretakan relasi sosial dan persaudaraan karena
tekanan ekonomi, pengangguran, kekerasan akibat pragmatisme politik,
korupsi yang kian merata, dan kemerosotan tata nilai yang dianut
masyarakat.
7. Masalah Hukum
– Dalam bidang hukum ditemukan
persoalan-persoalan: otonomi khusus yang tidak mengakomodasi hak-hak
rakyat/penduduk asli dan minimnya pelibatan masyarakat asli dalam
pengambilan kebijakan pembangunan, hak atas tanah tidak diperhatikan
oleh negara (status tanah pasca kerusuhan, penggusuran tanah untuk
pembangunan), kasus-kasus suap yang merajalela mengesampingkan rasa
keadilan, penerapan hukum yang diskriminatif, pelaksanaan UU No.
12/2006 tentang kependudukan dan kewarganegaraan yang tidak konsisten,
SKB 2 Menteri No. 8 dan 9/2007 tentang kerukunan hidup umat beragama
yang penerapannya diskriminatif, rendahnya kesadaran hukum masyarakat,
fenomena berkuasanya uang dalam penyelesaian permasalahan hukum,
pemaksaan hukum oleh kelompok mayoritas, dan pelarangan pembangunan
rumah ibadah.
8. Masalah Politik
– Permasalahan di bidang politik meliputi:
pemekaran wilayah yang diikuti oleh proses penempatan militer secara
tidak proporsional, promosi jabatan lebih diutamakan untuk para
pendatang, diskriminasi penerimaan guru agama Katolik sebagai PNS dan
pengangkatan PNS di bidang non pendidikan yang mengutamakan kelompok
agama tertentu, kemunculan ”agama baru” yang menciptakan kemungkinan
konflik horizontal, pilkada yang kerap berakhir dengan kekerasan dan
kerusuhan, politik uang dalam pelaksanaan pilkada, pemaksaan kehendak
politik oleh kelompok mayoritas, kesadaran berpolitik yang masih
rendah, keterlibatan dalam politik praktis dari tokoh agama yang
memecah-belah umat, pelaksanaan otonomi daerah yang kebablasan dan
sempit, minimnya tokoh awam katolik yang terjun dalam dunia politik
praktis, dan banyaknya pejabat publik yang tidak bisa memilah antara
kepentingan publik dengan kepentingan pribadi.
9. Upaya Kateketis dan Indikasi keberhasilan tindakan kateketis
– Untuk menanggapi masalah-masalah sosial
kemanusiaan, hukum dan politik tersebut, masing-masing keuskupan telah
menempuh beberapa tindakan kateketis berikut ini: Pendalaman iman
lingkungan, sosialisasi gerakan tani organik, sosialisasi penanganan
sampah, sosialisasi kredit union, seminar kebersamaan umat beragama,
sosialisasi pendidikan politik, penyusunan bahan-bahan pendalaman iman,
keterlibatan dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), pemutaran
film global warming di sekolah-sekolah, kerasulan buku untuk pejabat
pemerintah atau para tokoh agama, dan penggalakan penggunaan multi
media. Upaya katekese tersebut secara perlahan mulai menumbuhkan
kesadaran dalam diri umat akan perlunya pembenahan paradigma dan
perilaku dalam berbagai bidang kehidupan yang selama ini keliru.
10. Realistiskah katekese politik?
– Perubahan dramatik di bidang politik
memerlukan suatu tindakan penyikapan tersendiri.. Praktek politik
machiavellistis yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan
telah mengkhianati semangat dasar politik yang pada hakekatnya
merupakan suatu seni mengatur kehidupan bersama guna mewujudkan
kesejahteraan umum (bonum commune). Terhadap praktek politik yang jauh
dari ideal itu, setiap orang Katolik dipanggil untuk ambil bagian dalam
mencari jalan atau cara untuk terlaksananya pelaksanaan kehidupan
politik yang manusiawi. Keterlibatan dalam dunia politik merupakan
panggilan yang mendesak untuk diperhatikan oleh umat Katolik. Katekese
politik memiliki peran yang sangat sentral untuk membarui paradigma
berpolitik yang ada sekarang ini. Katekese politik di kalangan orang
muda misalnya, dimaksudkan untuk mengolah mental, spiritual, dan moral
orang muda agar dapat menghadapi godaan politik dan ekonomi uang.
Katekese bagi para aktivis politik atau para politisi dimaksudkan untuk
menguatkan mereka dalam mempertahankan integritas, kejujuran, dan
idealisme melawan pragmatisme dan politik uang. Pembaruan paradigma
seperti itu tidak bisa dilakukan sepihak hanya di dalam kelompok umat
Katolik melainkan harus ada pembaruan melalui afiliasi lintas kelompok
(cross cutting affiliation). Pendidikan atau katekese politik harus
diberikan sejak usia dini supaya terbentuk mentalitas politik yang
sehat.
11. Peran warga negara dalam negara yang berdasarkan atas hukum di Indonesia
– Ada permasalahan mendesak dalam bidang
hukum yaitu perlunya dilaksanakan pendidikan hukum bagi masyarakat.
Masyarakat harus mendapatkan pengetahuan tentang hukum agar mampu
mengawal proses perumusan hukum (undang-undang), siap mematuhi hukum
dengan didasari oleh kesadaran, kebebasan, dan rasa tanggungjawab. Dalam
proses penyusunan atau pembentukan hukum, kepada masyarakat, khususnya
yang akan terkena dampak pemberlakuan hukum tersebut, harus dilakukan
sosialisasi sehingga mereka mengetahui akibat atau implikasi dan juga
mendapat kesempatan untuk memberi usulan atau masukan yang sesuai
dengan harapan mereka. Kemendesakan katekese di bidang hukum juga
dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa banyak masyarakat telah menjadi
korban hukum, proses perumusan yang manipulatif pada tahapan-tahapan
yang dilalui, dan masyarakat kerap di-fait a compli oleh lahirnya suatu
hukum baru. Pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan dan juga
fungsi pengawasan dalam pelaksanaan dimaksudkan agar penegakkan
supremasi hukum dapat menjadi nyata.
12. Dimana dan kemana kemanusiaan kita?
- Sebuah pertanyaan yang mengisyaratkan bahwa
sehubungan dengan kemanusiaan ada masalah besar yang harus dipecahkan.
Pijakan dan arah pengembangan kemanusiaan seringkali dikaburkan oleh
tindakan-tindakan yang melawan dan menghancurkan kemanusiaan itu. Visi
kemanusiaan yang benar dan baik harus sungguh-sungguh dikuatkan.
Kemanusiaan pertama-tama harus dilihat sebagai visi, sudut pandang, dan
sekaligus nilai luhur yang mengajarkan kita untuk memperlakukan setiap
orang pertama-tama dan terutama sebagai manusia, sama seperti kita;
bukan pertama-tama dan terutama sebagai orang lain (the other) dalam
jerat kesukuan, ras, kebangsaan, kelas sosial, agama, keyakinan,
ideologi, partai atau kategori-kategori lain yang mereduksi keluhuran
kemanusiaannya. Maka segala bentuk kekerasan yang terus dialami oleh
sebagian anak manusia di muka bumi ini merupakan bentuk penindasan yang
harus dihapuskan. Banyaknya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),
kekerasan dalam masyarakat yang marak dalam bentuk perdagangan manusia
serta kekerasan kriminalitas. Pengembangan visi kemanusiaan dalam
konteks keindonesiaan harus kita tempatkan dalam bingkai sila kedua
Pancasila ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
13. Prioritas masalah masing-masing bidang
– Prioritas masalah di bidang kemanusiaan
ialah rendahnya penghargaan terhadap martabat pribadi manusia,
kerusakan lingkungan hidup serta kemiskinan. Dalam bidang hukum yang
merupakan prioritas masalah adalah diskriminasi hukum, pengabaian
hak-hak rakyat serta rendahnya kesadaran hukum pada masyarakat.
Sementara itu di bidang politik yang merupakan prioritas masalah adalah
rendahnya pengetahuan dan kesadaran politik di antara umat Katolik,
penerapan sistem politik yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat,
serta kurangnya figur politik yang dapat diteladani.
14. Mencita-citakan perubahan
– Berhadapan dengan masalah-masalah itu,
dirumuskan target perubahan dalam diri umat Katolik dalam jangka empat
tahun mendatang. Dalam bidang kemanusiaan dicita-citakan tumbuhnya
pengenalan, penyadaran dan penghargaan martabat pribadi manusia
terutama berkaitan dengan kesederajatan laki-laki dan perempuan,
pembelaan terhadap kehidupan dan hidupnya kembali nilai-nilai
persaudaraan dalam masyarakat; tumbuhnya kesadaran dan penghargaan akan
kelestarian lingkungan yang diikuti dengan upaya penanaman kembali
hutan serta pengelolaan sampah secara berdaya guna; meningkatnya
solidaritas warga masyarakat dengan mereka yang kecil, lemah, miskin
dan tersingkir. Dalam bidang hukum dicita-citakan berkembangnya
masyarakat sadar hukum yang berani menyuarakan dan membela hak-haknya.
Dalam bidang politik dicita-citakan tumbuhnya kesadaran akan panggilan
umat beriman dalam bidang politik yang dinyatakan dengan meningkatnya
rasa tanggung jawab dan kecintaan umat beriman terhadap bangsa dan
negara, keterlibatan semakin banyak umat katolik sehingga dapat
mempengaruhi sistem politik dan pengambilan kebijakan publik, serta
munculnya kader-kader politik yang berkualitas di antara umat.
15. Target empat tahun ke depan
– Berpangkal dari target perubahan dalam diri
umat beriman empat tahun ke depan, dirumuskan profil (gambaran) umat
beriman yang dicita-citakan, sesuai dengan kelompok umur dalam bidang
kemanusiaan, hukum maupun politik.
15.1. Anak (0-10 th)
a. Dalam bidang kemanusian dicita-citakan
anak yang sadar bahwa dirinya dan semua manusia diciptakan dan dicintai
oleh Tuhan, mampu menghargai dan merawat kehidupan, mampu terlibat
dalam kehidupan Gereja, mampu menawarkan nilai-nilai kehidupan pada
teman-temannya, bersikap jujur dan mempunyai penghargaan terhadap
makanan-makanan lokal.
b. Dalam bidang hukum dicita-citakan anak
yang mengenal diri, serta hak dan kewajibannya, mengenal dan
melaksanakan tata hidup bersama dalam keluarga dan masyarakat, serta
terlibat dalam menentukan tata hidup bersama dalam masyarakat, dan
berani menyuarakan yang benar.
c. Dalam bidang politik dicita-citakan anak
yang mampu berpikir dan mengambil keputusan secara mandiri dan
bertanggungjawab, menyadari keunikan dirinya, bebas dan berani
mengungkapkan pendapat serta mampu belajar nilai-nilai kehidupan dari
masyakarat.
15.2. Remaja (11-15 th)
a. Dalam bidang kemanusiaan dicita-citakan
seorang remaja yang mampu menghargai diri dan sesama, mampu
bekerjasama, cinta kehidupan dan menghargai kelestarian lingkungan,
bersemangat aktif tanpa kekerasan (active non violence), serta
mempunyai kesetia-kawanan dengan mereka yang berkekurangan.
b. Dalam bidang hukum dicita-citakan remaja
yang mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya serta menghayatinya
sebagai orang beriman dalam hidup sehari-hari.
c. Dalam bidang politik dicita-citakan
hadirnya seorang remaja yang bercirikan pribadi yang cinta bangsa,
negara dan Gereja, terlibat dan mampu berorganisasi, berpikir kritis,
berpikir global dan bertindak lokal (think globaly, act localy), dan
mempunyai jiwa kepemimpinan serta mampu bersikap sportif.
15.3. Orang muda (16-23 th)
a. Dalam bidang kemanusiaan dicita-citakan
orang muda yang memiliki kesadaran akan jatidirinya sebagai citra
Allah, memiliki kesadaran bahwa alam dan lingkungan adalah bagian dari
dirinya, serta memiliki kecerdasan, kreativitas, kemandirian,
solidaritas dan pola hidup sederhana.
b. Dalam bidang hukum dicita-citakan orang
muda yang sadar hukum dan mampu meneladan Kristus yang memiliki
keberanian dalam menyuarakan haknya dan hak sesamanya secara
bertanggungjawab.
c. Dalam bidang politik dicita-citakan orang
muda yang memiliki kerangka berpikir politik yang didasari prinsip
solidaritas, subsidiaritas serta bonum commune (kesejahteraan umum),
serta terlibat aktif dalam hidup masyarakat.
15.4. Orang dewasa (24th ke atas)
a. Dalam bidang kemanusiaan dicita-citakan
orang dewasa yang menghargai martabat pribadi manusia, cinta
lingkungan, peduli sesama, menjunjung tinggi kearifan lokal serta
terbuka dan mampu bekerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki
kehendak baik.
b. Dalam bidang hukum dicita-citakan orang
dewasa yang sadar hukum, tahu tentang hak dan kewajibannya, berani
menyuarakan kebenaran dan keadilan serta berani membela kebenaran dan
keadilan.
c. Dalam bidang politik dicita-citakan orang
dewasa yang ambil bagian secara aktif dan bertanggungjawab dalam
kehidupan masyarakat, menggunakan hati nuraninya untuk menentukan
pilihan politiknya, berani menyampaikan suaranya melalui jalur-jalur
yang benar, dan dengan demikian memunculkan kader-kader Katolik yang
menghayati, memperjuangkan dan mengamalkan nilai-nilai Kristiani di
manapun tempat mereka menyalurkan aspirasi politiknya, sehingga tata
dunia sungguh dikelola berdasarkan nilai-nilai injili.
16. Tindak lanjut
– Profil umat beriman Kristiani menurut
kategori umur dan bidang seperti terangkum di atas merupakan dasar
untuk menyusun tujuan, tema-tema serta gagasan dasar katekese yang
dapat dikembangkan untuk meningkatkan peranserta umat dalam mewujudkan
habitus baru hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui
keterlibatan dalam soal-soal kemanusiaan, hukum dan politik.
Harapannya, masing-masing keuskupan ataupun regio menjabarkannya sesuai
dengan konteks masing-masing dengan bantuan Komkat KWI.
17. Penutup
– Demikianlah rangkuman singkat hasil PKKI
IX. Semoga pokok-pokok pemikiran yang terangkum dalam ringkasan ini
memberikan percik-percik panduan untuk menindaklanjuti upaya penyusunan
bahan katekese yang lebih lengkap dan aplikatif.
Semoga Allah yang telah memulai karya baik di
dalam diri kita berkenan menyelesaikannya pula (bdk. Flp 1:6).
Tuhan memberkati usaha kita bersama.
Tomohon, Sulawesi Utara, 23 Juni 2008
Tim Pengarah PKKI – IX
Atas nama seluruh peserta
Dari berbagai sumber
http://www.imankatolik.or.id/sejarahpkki.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar