Tetapi baiklah kita bicarakan hal-hal kecil saja, yang sering kali lebih berarti daripada pernyataan-pernyataan besar, dari konferensi-konferensi dan dari program-program.
Saya menyukai gaya kepausannya; langkah pertamanya yaitu membuat surat kepada komunitas Yahudi; bahwa ia telah menggantikan tiara, yang juga merupakan simbol kekuatan duniawi dari Gereja, dengan mitria pada lambang kepausannya,; bahwa ia meminta pada Sinode para Uskup untuk berbicara juga kepada para tamu dari agama-agama lain – ini juga adalah hal yang baru. Dengan Benediktus XVI untuk pertama kalinya seorang pemimpin telah mengambil bagian dalam debat, tanpa sikap sombong yang memandang orang dari atas ke bawah, melainkan memperkenalkan kolegialitas yang ia perjuangkan dalam Konsili.
Tolong koreksi saya, katanya, saat ia mempresentasikan bukunya tentang Yesus, yang tidak ingin mengumumkan sebagai sebuah dogma atau membubuhkan stempel otoritas tertinggi. Penghapusan ciuman tangan adalah yang paling sulit untuk diterapkan. Pernah ia menahan lengan seorang mantan muridnya yang membungkuk untuk mencium cincinnya itu, dan mengatakan, “mari kita bersikap dengan normal.”
Banyak pengalaman-pengalaman pertama. Untuk pertama kalinya seorang Paus mengunjungi sebuah sinagoga Jerman (dan selanjutnya banyak sinagoga di dunia daripada semua paus sebelum dia dikumpulkan bersama). Untuk pertama kalinya seorang Paus mengunjungi biara Martin Luther, sebuah tindakan bersejarah yang berbeda.
Ratzinger adalah seseorang yang bertradisi, dengan kerelaan ia bergantung dengan apa yang telah ditetapkan, namun mampu membedakan apa yang sungguh abadi daripada apa yang yang muncul dan berlaku hanya untuk suatu periode tertentu. Dan jika diperlukan, seperti dalam kasus Misa Tridentin, menambahkan yang lama ke yang baru, supaya bersama-sama mereka tidak mengurangi ruang liturgi, melainkan mengembangkannya. Dia tidak melakukan segalanya dengan benar, tetapi mengakui kesalahan, bahkan kesalahan (seperti skandal Williamson), di mana ia tidak bertanggung jawab. Tidak ada kegagalan yang lebih dideritanya daripada imam-imamnya, meskipun sejak dari prefek ia sudah memulai semua tindakan yang memungkinkan untuk menemukan pelanggaran seksual yang mengerikan dan menghukum yang bersalah. Benediktus XVI pergi, tetapi warisannya tetap. Penerus dari Paus yang amat rendah hati di era modern ini akan mengikuti jejaknya. Seseorang dengan dengan karisma lain, dengan gaya sendiri, tapi dengan misi yang sama: tidak mendorong kekuatan sentrifugal, tetapi mereka yang terus bersama-sama menjalankan warisan iman, yang tetap pemberani, memberitakan pesan dan membuat kesaksian yang sejati.
Bukan suatu kebetulan bahwa Paus yang mengundrkan diri itu telah memilih Hari Rabu Abu menjadi liturgi besar-nya yang terakhir. Lihatlah, dia ingin membuktikan, di sinilah saya ingin membawamu dari awal, ini adalah jalannya. Sadarkanlah dirimu, bergembiralah, bebaskan dirimu dari pemberat, jangan biarkan dirimu dimakan oleh semangat waktu, jangan buang-buang waktu, lepaskan dirimu dari sekolarisme! Menguruskan badan untuk menaikkan berat adalah program Gereja masa depan. Menyangkal lemak untuk mendapatkan vitalitas, kesegaran rohani, bukan dari inspirasi dan daya tarik terakhir. Dan keindahan, daya tarik, akhirnya juga kekuatan, untuk dapat mengatasi sebuah tugas yang menjadi begitu sulit. “Bertobatlah”, demikian ia berkata dengan kata-kata dalam Alkitab ketika ia menandai dahi para kardinal dan imam dengan abu, “dan percayalah pada Injil”. “Apakah Anda akhir dari yang lama - saya bertanya kepada Paus dalam pertemuan terakhir kami - atau awal yang baru? ». Jawabannya adalah: “Keduanya.”
Peter Seewald (Terjemahan oleh: Shirley Hadisandjaja Mandelli ) Sumber: 2013 Focus dan Corriere della Sera *Mons doctus adalah sebuah bukit yang dahulu pernah menjadi pusat Biara Benediktin.
Shirley Hadisandjaja Mandelli Email: sicilia_shirley@yahoo.com Mohon hubungi pembuat serta Pondok Renungan (pondokrenungan@gmail.com), jika anda ingin menyebarkan karya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar