Kalender Liturgi

Jumat, 29 Januari 2010

Opini Realitas Pluralisme

"Pluralisme Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Kota Bekasi1"
Opini Realitas Melki Pangaribuan


AWAL
Menurut saya, sebelum berdiskusi dengan judul di atas, alangkah baiknya kita saling memahami padangan mengenai pluralisme. Berbagai sudut pandang ilmu (Filsafat, Agama, Sosial, Politik, dll) mendefinisikan arti kata pluralisme. Oleh karena itu saya membatasi pemahaman kata pluralisme pada konteks sosial dan agama.

Kata plu·ral a Ling jamak; lebih dr satu. Sementara kata plu·ra·lis·me n keadaan masyarakat yg majemuk (bersangkutan dng sistem sosial dan politiknya);
-- kebudayaan berbagai kebudayaan yg berbeda-beda dl suatu masyarakat 2.

Bagi saya pluralisme adalah kata keren dari Bhineka Tunggal Ika. Jika kita mau merujuk asal kata pluralisme3 tentumya berbeda. Tetapi menurut saya, arti dan nilai-nilainya kurang lebih sama mengenai “berbeda-beda tetapi satu jua”.

Saya berpendapat bahwa pluralisme adalah pemahaman interelasi individu-kelompok merelevansi keberagaman, keunikan, dan hal-hal umum bermasyarakat atau lingkungan keberadaannya (agama/aliran kepercayaan, strata, etnik, bahasa).

Pemahaman akan pluralisme di atas tidak berhenti pada definisi ilmu dan ideologi tertentu saja, melainkan terwujud pada sikap perbuatan atau tindakan nyata yang baik, benar dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat.

Mengkaji pluralisme dalam hidup keseharian masyarakat berarti mengerti adanya korelasi baik dan benar pada personal by personal, kelompok dengan kelompok. Korelasi baik dan benar tersebut terintegritas dengan kejujuran, keterbukaan, keharmonisan, kerjasama, kerukunan, perdamaian dan kesejahteraan.

REALITAS
Lalu kita akan saling bertanya, bagaimana berelasi dengan baik dan benar jika pada kenyataannya ada berbagai warna, bendera, kotak, dsbnya (baca: perbedaan) dalam masyarakat? Bagaimana menumbuhkan dan mengembangkan korelasi indah dalam masyarakat tersebut?

Saya berpijak bahwa semua manusia adalah merupakan ciptaan (teologis-biologis), setiap manusia unik (tidak sama). Manusia hidup bersama dengan makhluk ciptaan lainnya di dunia ini. Kehidupan dewasa ini mengidamkan segala makhluk hidup baik dan benar. Pengenalan diri (baca: eksistensialis) serta pengenalan orang lain dengan baik dan benar merupakan pondasi awal pluralisme. Semua menghormati perbedaan, menghargai keunikan, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menolak segala bentuk pemaksaan yang menuju kehancuran relasi bersama.

KONTEKSTUAL KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
Lanjutan dari diskusi pluralisme di atas adalah ber-kehidupan berbangsa dan bernegara di kota Bekasi. Setiap warga Negara Indonesia harus berpijak pada konstiusional bangsa ini. UUD 1945 dan Pancasila adalah harga yang tidak bisa ditawar. Amanah penting konstitusi Negara ini harus diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya, Bagaimana dengan kota bekasi?
Sejauh pengalaman saya berelasi dan bermasyarakat di kota Bekasi (sejak 2002). Saya merasa bangga menjadi masyarakat Bekasi. Bergaul dengan warga asli (Betawi Bekasi) sungguh menyenangkan. Saya banyak belajar mengenal dan bermitra pada kehidupan sehari. Misalnya, ikut merasakan mengaduk dodol Betawi Bekasi. Saling berkunjung pada saat hari-hari raya keagamaan.

Saya berpandangan bahwa di kota Bekasi (termasuk di bagian utara) banyak warga pendatang yang bertempat tinggal di lahan warga asli. Suku, budaya, agama, dan bahasa mewarnai keindahan kota Bekasi. Sementara itu, dalam perjalanan bermasyarakat, saya mengetahui dan merasakan bahwa ada golongan tertentu (kelompok fundamentalis) yang tidak menghendaki kerukunan bermasyarakat.

LUPA DIRI
Kota Bekasi yang indah dengan sumber daya manusia dan sumber daya alamnya merupakan bagian dari bangsa ini. Bermasyarakat dan bernegara, khususnya di kota Bekasi juga mengidamkan keharomisan dan kedamaian. Aneka individu dan kelompok masyarakat mencerminkan kota Bekasi adalah kota pluralisme.

Namun menjadi persoalan, ketika relasi individu atau kelompok dalam bermasyarakat tidak berjalan dengan baik benar. Maka ada sesuatu menyebabkan, entah dari faktor individu maupun kelompok. Tentu kita akan meninjau bersama, apakah ada individu atau kelompok yang mementingkan kepentingan sendiri dan tidak menjalin interelasi baik–benar dalam menciptakan kepentingan tersebut? Apakah persoalan di masyarakat kita disebabkan adanya rasa kesenjangan sosial atau adanya kepentingan yang lebih besar lagi?

POLEMIK
Merujuk pengalaman saya yang mengetahui adanya kaum fundamentalis di kota Bekasi. Saya berpendapat bahwa kaum fundamentalis adalah individu atau kelompok yang mendasari pandangannya (ideologi) pada keyakinan bahwa ideologi kelompok-nyalah yang paling benar. Ketenangan dan relasi kerukunan bermasyarakat menjadi terganggu. Kerap menjadi persoalan pada kaum fundamenatlis, misalnya dalam hal keagamaan atau kenyamanan tempat peribadatan, dalam hal penghormatan bermasyarakat antara warga asli dan pendatang.

Salah satu yang terjadi di Bekasi akhir-akhir ini adalah pengrusakan area ibadah Gereja Katolik, St Albertus, yang berlokasi di Kota Harapan Indah, Medan Satria, 17 Desember 2009. Banyak hal-hal lain yang tidak diketahui publik luas. Seperti contoh pengalaman saya yang lain, sewaktu saya bergaul dengan beberapa teman yang sangat fundamentalis. Mereka masih memiliki jarak relasi atau kepercayaan ber’sentuhan’ langsung dengan kaum nasrani.

Entah di mana yang dipersoalan mereka? Yang pasti, saya pernah mendengar lontaran kalimat “haram bergaul dengan lo!” pengalaman ini memang cukup menggagetkan saya, apalagi terucap dari salah satu kenalan baik saya.

SEKARANG
Pertanyaan diskusi selanjutnya, cukupkah interelasi di kota Bekasi hanya baik pada sisi permukaan saja? Bagaimana interelasi dengan Bangsa Indonesia? Pendapat saya, interelasi harmonis tidak cukup lingkup masyarakat JADEBOTABEK melainkan Repbulik Indonesia ini.

Menurut praksis saya, untuk langkah awal bersama adalah semua orang harus mengenal karakter dan ‘pakaian’ orang demi orang. Dari sukunya, agamanya, bahasanya, dan gaya hidupnya. Setelah mempelajari keberagaman tersebut, langkah selanjutnya adalah menciptakan dinamika indah dengan menampilkan keunikan masing-masing. Dalam bentuk pentas seni, diskusi, penghormatan, dan kekaguman akan keunikan yang ada.

Harus diingat dan diutamakan dalam interelasi, dilarang keras memaksakan orang untuk mengikuti kepentingan pribadi atau kelompok. Pada relasi tersebut dilarang keras memaksa seseorang untuk menerima idealisme atau doktrin golongannya.

MASA DEPAN
Dalam hidup sehari-hari selanjutnya, saya selalu meyakini pada sejumlah teman dan kelompok yang mau membuka diri. Mari bersama-sama selalu menciptakan keharmonisan masyarakat luas. Saya berharap ketika nongkrong, berdiskusi, gorotong royong, bermain bola bersama, dstnya menciptakan persaudaraan erat seperti keluarga. Penghargaan demi penghargaan tercurahkan tanpa adanya kemunafikan. Ketika teman-teman merayakan hari raya keagamaan dan kepercayaan, kita dapat bersilahturahmi dan mencicipi pesta syukur lebih banyak lagi.

Saya berharap kaum fundamentalis di Indonesia harus jeli dan peka. Menurut saya, kita yang lahir dari keturunan bangsa Indonesia harus menciptakan Indonesia ini rukun, damai, dan sejahtera. Oleh karena itu, selain harus sadar asal usul, kita harus lepaskan kepentingan kelompok-kelompok yang diadopsi dari luar Negara kita, apabila hanya untuk merusak hubungan masyarakat Negara Indonesia kita ini.

Saya semakin sependapat ketika merefleksikan pengalaman tokoh-tokoh yang bersahabat dengan (Alm) Gus Dur. Waktu itu saya menghadiri acara doa lintas agama, sejuta lilin untuk Gus Dur. “Fundamentalis tidak dimusuhi, tapi dicintai” testimoni Beni Susetya pada kesempatan di Tugu Proklamasi malam itu.

Bukan hanya itu, saya cukup bangga, kagum, dan bersyukur sekali untuk pertama kalinya saya melihat dan ikut serta dalam doa hikmat 9 tokoh agama dan kepercayaan, di atas panggung yang sama mendoakan (alm) Gus Dur.

Sekarang kita harus sungguh-sungguh mewariskan semangat pluralisme. Menerapkan selalu hidup pluralisme di manapun kita berada. Sehingga ke-Bhineka-an Tunggal Ika, semakin nyata di Negara ini. PASTI.

-----------------

1 Opini “Sumbang Ide” dalam catatan Fausti Laen. Facebook: http://www.facebook.com/777melki?ref=profile#/notes/fausti-laen/sumbang-ide/293550581186
2 Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php Akses tanggal 22 Januari 2010 jam 13.46.
3 Menurut asal katanya Pluralisme berasal dari bahasa inggris, pluralism. Apabila merujuk dari wikipedia bahasa inggris, maka definisi [eng]pluralism adalah : "In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation." Atau dalam bahasa Indonesia : "Suatu kerangka interaksi yg mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran / pembiasan)."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamus Indonesia