Kalender Liturgi

Sabtu, 06 November 2010

SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010 (5)



Nov 5, '10 11:00 PM
for everyone
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA 2010

“Ia Datang Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan”
(bdk. Yoh 10:10)

1-5 November 2010

“Mengenali Wajah Yesus di dalam Dialog dengan Agama dan Kepercayaan”

Rabu, 3 November 2010, SAGKI mengolah tema “Mengenali Wajah Yesus dalam Dialog dengan Agama dan Kepercayaan”. Pada kesempatan narasi publik peserta Sidang mendengarkan turusan kisah dari Bp. Mohammad Sobari (Islam, Jakarta), dari Bantay Bhikhu Sri Pannyavaro Mahatera (Buddha, Vihara Mendut), dan dari Bp. Ngo Ngopadi (Marapu, Sumba). Kami merasakan nilai-nilai baik, benar dan indah yang terdapat dalam agama-agama dan kepercayaan itu terbuka pada nilai-nilai Kerajaan Allah yang juga diwartakan oleh Tuhan Yesus.

Dialog juga dinyatakan dalam ekspresi budaya yang dibawakan pada malam hari setelah makan malam. Utusan dari Keuskupan Agung Semarang menampilkan Seni Slaka, Seni Slawatan Katolik yang pada zaman awal karya misi di Kalibawang menjadi sarana unggulan menyampaikan kabar suka cita kepada umat setempat. Utusan Keuskupan Bandung mementaskan fragmen “Si Kabayan dan Ikan Beragama”.




SI KABAYAN DAN IKAN BERAGAMA

Sinopsis:

Alkisah, Nini dan Aki Sigarantang sedang berdiskusi tentang ikan hasil Si Aki memancing. Ikan tersebut boleh dimakan atau tidak. Si Aki meminta agar ikan itu dipepes, sementara si Nini tidak mau memepes atau pun menggoreng. Alasannya, karena ikan itu dipancing dari kolam pak Yohanes yang beragama Karesten.

Si Kabayan hadir, dan dia menyelesaikan perdebatan itu dengan cara membawa ikan itu ke rumahnya. “Daripada berdepat tentang ikan Karesten boleh dimakan atau tidak, mendingan ikan ini saya bawa saja ke rumah”.

Dalam perjalanan menuju rumahnya, si Kabayan bertemu dengan warga kampung Bojongrangkong yang sedang berbincang-bincang di depan rumah salah seorang warga.
Perdebatan seputar “ikan beragama” terjadi lagi, dan semakin sengit. Perdebatan melebar ke persoalan rumah sakit, sekolah, tempat kost yang men-syarat-kan agama.

Dalam diskusi itu juga diangkat kritik si Kabayan atas orang-orang Karesten yang tidak mau terlibat memasyarakat, sombong, angkuh, jumawa, tidak handap asor atau tepo selira, terutama dalam hal kehidupan ekonomi.

Daripada memperdebatkan soal “ikan beragama” lebih baik pulang ke rumah memepes ikan, ditambah sambel dan nasi liwet hangat. Pasti lebih joss. Itulah keputusan si Kabayan.

Pesan:

Parahyangan diciptakan oleh Sang Hyang Batara sambil tersenyum. Keindahan alamnya menjadi cermin dari kelembutan dan kebaikan budi-Nya. Hidup masyarakat silih asih, silih asah, silih asuh. Ki Sunda menerima kehadiran siapa pun dengan terbuka.

Namun, kini, Parahyangan telah berubah menjadi parahihayang. Interest telah mengucah Sunda yang adaptif menjadi konfrontatif. Harmoni Parahyangan menjadi medan pertempuran kelompok kepentingan.

Agama-agama samawi kerap dituding oleh kehadiran salah saatu atau salah dua biang keroknya. Ki Sunda sudah dirusak oleh kehadiran ‘sosok-sosok asing’. Agama-agama samawi itu begitu gigih menekankan formalitas, mengabaikan esensi, menjungjung tinggi sareat, melupakan hakekat. Bahkan di antara mereka pun terjadi saling tuding.

Si Kabayan mengajak kita emua utnuk membangun kembali hirup sauyunan, sapappait-samamanis, sabagja-sacilaka (hidup rukun pahit-manis, bahagia-menderita tetap bersama). Membangun hidup bersama dalam keragaman, sperti angklung yang memiliki perbedaan ukuran dan notasi tetapi bersatu membangun harmoni. (Rengrengan Keuskupan Bandung)

Salam, doa 'n Berkat Tuhan,

Bandung, 6 November 2010

+ Johannes Pujasumarta

sumber: http://pujasumarta.multiply.com/journal/item/278/SIDANG_AGUNG_GEREJA_KATOLIK_INDONESIA_2010_5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamus Indonesia