Kalender Liturgi

Kamis, 30 Oktober 2008

EPISTULA_Cerpen1

BERTEMU BAPAK KARDINAL


Jumat 4 Juli 2008, Saya pergi ke Keuskupan Agung Jakarta untuk bertemu Ketua Komisi Kateketik KAJ. Kedatangan Saya saat itu, langsung dihampiri Maya, teman kuliah Saya yang sudah ‘janjian’ di tempat parkir motor. Kami pun segera menuju kantor Karya Pastoral KAJ untuk menemui Mba Ningrum, karyawan KAJ. Oleh Mba Ning – sapaan akrab Mba Ningrum – kami langsung ditunjukkan ruangan dari Komisi Kateketik KAJ. Di sana kami bertemu dengan Bapak Hendro, yang menyambut kami dengan baik dan ramah.

Setelah kami menjelaskan maksud kedatangan pag itu, yaitu perihal permohonan beasiswa, kami kemudian menuju ke gedung Gereja Katedral-Jakarta, syarat dan ketentuannya bisa ditanyakan kepada P.A/Kaprodi kita. Saya menemani Maya yang ingin berkunjung ke Museum Katedral. Namun sayang, saat itu museum belum dibuka. Maya lalu sujud berdoa. Duduk di baris belakang, aku pun berdoa di hadapan patung Yesus yang berada di pangkuan Bunda Maria. Selesai berdoa, kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Goa Maria yang berada tak jauh dari gedung gereja. Saya mengambil lilin 'gratis' untuk berdoa, lalu mendaraskan doa 1x Bapa Kami, 3x Salam Maria, beberapa intensi dan ucapan syukur. Kunjungan ini merupakan kunjungan tahun ketiga bagi Saya (mencoba setiap tahun minimal sekali berkunjung). Meskipun Saya selalu berkunjung ke Gereja Katedral setiap ada kesempatan.

Setelah berdoa, kami kembali ke kantor Karya Pastoral KAJ untuk berpamitan dengan sahabat kelas kami. Kali ini pertemuan kami dengan Mba Ning sedikit berbeda, karena tiba-tiba kami ingin bertemu dengan Bapak Uskup. Keinginan ini muncul karena Saya menanyakan tempat tinggal Bapak Uskup. Wismanya yang yang belakang atau yang depan?” tanya Saya pada Mba Ning. Tiba-tiba Saya berpikir, “Apakah Bapak Uskup boleh kami temui?”. ”Iya bisa saja, jika tidak sibuk” ceplos Mba Ning.

Mba Ning lalu mencoba menelepon seketariat tempat kediaman Bapak Uskup. Entah apa yang ia katakan, tapi beberapa menit kemudian kami dipanggil, dan diperbolehkan menemui Bapak Uskup.

Hari itu sungguh anugerah luar biasa dari Tuhan untuk saya, Maya, dan Mba Ning. Kami bertiga bertemu Bapak Kardial secara eksklusif, sekaligus mewawancarai ala reporter dadakan. Kami mulai menyusun kata-kata, sebab pertemuan dengan Bapak Uskup ini memang tidak kami rencanakan sebelumnya. Saya lihat Maya juga sepertinya ragu-ragu dengan hal ini. Mungkin ia berpikir, “Apakah ini benar-benar nyata? Bertemu dengan seorang Uskup?!” Beberapa saat kemudian, muncul ide dalam pikiran kami mengenai yang akan kami ucapkan pertama kali kepada Bapak Uskup. Kami akan mengucapkan selamat atas Tahbisan Bapak Uskup yang ke-25 kemarin (29 Juli 2008).

Hanya seperkian detik setelah kami menunggu, tiba-tiba Bapak Uskup membuka pintu. Kami spontan berdiri tegap, seperti prajurit yang sedang berbaris. Kami semua menyalami Beliau, tapi Saya, setelah berjabat tangan dengan Beliau, langsung duduk di kursi. Saya grogi, tapi kemudian Saya bangkit kembali sampai Bapak Uskup mempersilahkan kami duduk. “Huh...payah nih!! Grogi abis - masa tadi duduk duluan. Malunya ... #@*697061@#5^>?<":

Mba Ning memulai pembicaraan dengan menyampaikan maksud kedatangan kami - yang adalah para calon katekis - kami berharap mendapat wejangan dari Bapak Uskup. "Duh.. senangnya hati ini, bertemu Bapak Uskup, seperti orang penting saja", ujar Saya dengan bangga dalam hati.

Sosok pemimpin yang Saya idolakan ini ternyata membagikan keistemewaan yang begitu dalam bagi kami, hingga di dasar lubuk hati kami. Saat itu kami mendengarkan Bapak Uskup secara serius tapi santai, walaupun Saya pribadi tidak dapat berkata-kata lagi, karena grogi dan kagum dengan kewibawaan serta kesederhanaan Beliau.

Mba Ning lalu melanjutkan percakapan dengan menanyakan harapan Bapak Uskup kepada para calon katekis, khususnya Mahasiswa Ilmu Pendidikan Teologi Atma Jaya Jakarta. Dengan suara tegas namun lembut, Beliau mengatakan, “Harapan dari para calon katekis sebenarnya sudah diketahui para calon katekis itu sendiri, bahwa yang terpenting adalah para calon katekis mau mengabdikan diri bagi Tuhan”.

Beliau juga berpesan, “Kita (Beliau dan juga para calon katekis) adalah bagian Gereja yang harus hidup dalam kesucian dan kemurnian iman. Bagaimanapun juga kita semua hidup dalam Roh yang sama, yaitu Roh Kudus”.

Para katekis harus selalu berpatokan pada iman para rasul pada saat Pentakosta. Para rasul dapat menarik banyak orang untuk mengikuti Yesus, bukan karena khotbah mereka yang hebat, melainkan karena Roh Kudus sendiri yang menghidupkan semangat mereka.” lanjut Beliau.

Beliau juga menegaskan, ”Bahwa Tugas para katekis adalah membawa umat kepada Tuhan”.

“Apa yang diwartakan Gereja itu adalah sesuatu yang tidak terumuskan, tetapi para katekis bertugas untuk memberitahukan hal-hal yang tak terumuskan itu kepada orang lain dalam bentuk rumusan-rumusan.”

Tiba-tiba Maya bertanya kepada Bapak Uskup. "Menurut Romo, apakah yang harus kita lakukan dan wartakan terhadap para umat yang sudah terkontaminasi dalam era globalisasi ini?" ucap maya perlahan. Bapak Uskup menanyakan kembali pertanyaan Maya tentang "terkontaminasi" tadi, seakan hendak memperjelas suara domba-dombanya yang haus akan air kehidupan.

"Biarkan mereka (umat) yang terkontaminasi itu hening sebentar. Biarkan mereka masuk ke kedalaman hatinya dan menerima kuasa dari Roh Kudus yang berbicara di dalam hatinya. Sebentar itu bisa berarti satu hari, bisa juga berarti beberapa waktu, hingga mereka benar-benar menyadari bahwa Tuhan yang berkata di dalam hati mereka" jawab sosok Kardinal yang ramah dan sederhana.

Bapak Uskup juga mengingatkan kami pada perintah Yesus yang berbunyi “Bila ada dua atau tiga orang berkumpul atas nama-Ku, maka Aku hadir di tengah-tengah mereka”. Beliau mengatakan bahwa, ”Perintah Yesus ini memiliki kuasa. Oleh karena itu, kita dapat selalu menggunakan kuasa ini. Setiap kali kita memulai suatu acara, mulailah dengan doa, minta Roh Kudus untuk hadir pada saat itu”.

Bapak Uskup juga bercerita tentang St.Thomas, yang peringatannya diadakan pada tanggal 3 Juli yang lalu. Beliau mengatakan, “Kita selalu menjadikan St.Thomas sebagai contoh orang tidak beriman. Tapi kita sepertinya lupa untuk melihat hal itu dari sisi yang lain. Pengakuan St.Thomas, “Ya Tuhan dan Allahku” sebenarnya merupakan rangkuman dari seluruh iman kepercayaannya kepada Tuhan.

Tak salah memang apabila Tuhan memilih Beliau-Uskup Jakarta untuk Saya kagumi. Dengan kesederhanaan yang menjemput pengalaman hati. Perkataan Beliau yang penuh kuasa Tuhan, dapat membelah hati Saya untuk 'ngedunk' kata-kata yang di sampaikan.

"Ngerti banget sih Beliau ini soal hati gue, ngga salah Tuhan memilih Beliau untuk gue kagumi. Coba aja setiap umat mau mendengarkan setiap homili dari Pastur Paroki masing-masing dan membuka pintu hati mereka, lepas dari segala macam urusan duniawi. Pasti (Iya dan Amin) kuasa Roh Tuhan melegakan hati umat sekalian dan menerima kesatuan dengan Tuhan dalam hidup kesehariannya" gerutu saya di dalam hati. IMANUEL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamus Indonesia